"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Kamis, 24 Juli 2014

Sekarang atau Tidak Sama Sekali

Musim kemarin skuad asuhan Rudi Garcia meraih 85 poin dan berakhir di posisi kedua. Lippi pernah berujar bahwa Roma berperan antagonis di kancah Serie A dan menjadi saingan utama Juventus kala itu. Sebelumnya media – media memprediksi bahwa Napoli lah yang mungkin mampu menempel ketat Juventus di musim kemarin. Namun kenyataan berkata lain, rivalitas Juve dan Roma berlangsung sengit sampai pekan – pekan akhir. Angka 105 membuktikan nyali Juventus atas kompetitornya. Tidak wajar memang dengan raihan poin tersebut Roma tidak mampu merengkuh Scudetto. Sungguh terlalu kau Nyonya Tua !

Baiklah, lagi-lagi jagad sepakbola Italia dikejutkan dengan berita yang tidak terduga. Siapa yang mengira timnas mereka gagal total di ajang Piala Dunia ? Lalu di minggu kemarin siapa yang tidak heran dengan pengunduran diri Antonio Conte dari kursi kepelatihan di Juventus. Bayangkan, tiga scudetto berturut-turut beliau raih.  Rekor baru sejak tahun 1933 dalam sejarah Serie A. Andrea Agnelli sebagai pemilik Juventus patut bangga, karena prestasi tersebut belum pernah diraih oleh ayahnya, bahkan kakeknya.

Ketika tahu Conte mengundurkan diri, saya tertawa terbahak – bahak. Sebagai fans Roma sayapun bertanya, “Apakah musim ini Roma ?” Conte memang kaliber, kata – katanya tajam, baik kepada sesama pelatih atau pers Italia. Pelatih yang berusia 44 tahun tersebut mampu memanfaatkan kedalaman skuadnya untuk menjadi penguasa Italia. Di musim pertamanya melatih Juventus, dia berhasil meraih scudetto tanpa satu kekalahan pun. Meminjam salah satu judul dramanya Henrik Ibsen, julukan “An Enemy of People” memang patut disematkan didahi Antonio Conte. Ciao Conte !

Sebaiknya ekspektasi fans Roma tidak usah berlebihan. Finish tiga besar dan mampu lolos ke babak perdelapan final Champions League sudah hasil yang baik menurut saya. Maklum, sembari menunggu selesainya stadion yang baru, Roma harus mengamankan finansial mereka. Ada kabar bahwa musim ini tanpa sponsor utama lagi. Musim kemarin klub yang bermarkas di Trigoria tersebut memang terlihat superior. Tapi perlu diingat, Roma tidak bermain di Eropa saat itu. Besar kemungkinan juga, strategi Rudi Garcia sudah terbaca oleh lawan-lawannya di musim ini.

Namun setelah Juventus mengangkat Allegri sebagai pelatih baru mereka, harapan Roma untuk meraih Scudetto semakin tinggi. Wajar, sebab Allegri tidak disukai oleh fans Juventus dan dianggap sebagai pelatih gagal. Allegri pernah mempersembahkan gelar Scudetto untuk Milan di musim 2010/11. Namun makin lama karirnya malah ambruk. Strategi Allegri dianggap tidak jelas. Lalu hubungannya yang buruk dengan Pirlo juga menambah peliknya problem di tubuh Juventus sekarang. Roma tidak bisa lagi mengelak.

Kita juga boleh berandai – andai dengan penurunan kualitas skuad Nyonya Tua. Mereka memang berhasil mendaratkan Morata di negeri Italia. Namun bagaimana dengan kabar Vidal dan Pogba. Kunci permainan Juventus dikomandoi oleh Pirlo. Namun peran Vidal dan Pogba termasuk sentral. Andai saja Pogba dan Vidal jadi dilego, bagaimana nasib skuad yang sudah mumpuni tersebut. Mereka masih harus beradaptasi dengan strategi yang baru. Lalu apabila membeli pemain untuk menggantikan posisi Vidal atau Pogba, lagi – lagi Juventus harus merakit kembali pesawat mereka. Allegri sendiri lebih dikenal dengan formasi yang memakai empat bek. Juventus dibawah Conte kerap memakai tiga bek tengah dan dua fullback. Apakah bisa ? Chiellini saja kelabakan ketika Italia memutuskan untuk memakai dua bek tengah. Itulah beberapa faktor yang menganggap bahwa Roma mampu mengangkat Scudetto di musim ini. Faktor yang justru muncul dari luar lingkungan Roma. Beban berat berada dipundak Roma, mengingat mental dan tradisi juara belum melekat di darah mereka.

Sejauh ini melihat permainan Roma di bursa transfer, beberapa pemain yang mereka rekrut sekedar pelapis belaka. Ada seorang kawan, sesama Romanista, Ucok namanya. Dia heran kenapa Roma kok malah beli pemain tua dan gratisan. Kenapa tidak beli striker yang top kayak Batistuta dulu. Aku mengamini pendapat Ucok tersebut. Roma memang butuh striker yang hebat. Wajar, sebab Destro rawan cedera sedangkan Ljajic masih angin-anginan. Boriello ? ah, mungkin dia dipinjamkan lagi, gajinya juga sangat mencekik.

Setelah melego Ashley Cole, Seydou Keita serta Urby Emanuellson, Roma semakin gencar melancarkan serangannya di dunia transfer. Sisi tengah mereka perdalam dengan mendatangkan Salih Ucan. Pemain yang dipinjam selama dua tahun dari Fenerbahce (dengan opsi pembelian) tersebut memang berbakat. Gaya bermainnya mirip dengan Pjanic, kreator permainan. Namun usianya terbilang muda, minim pengalaman di liga besar.

Transfer yang cukup mencengangkan adalah pembelian Juan Iturbe dari Verona. Roma harus merogoh 22 juta euro untuk merekrut penyerang yang berusia 22 tahun tersebut. Iturbe adalah tipe pemain yang disukai oleh Garcia. Gaya mainnya mirip dengan Gervinho. Jago dribling, kencang larinya serta pandai memberikan umpan – umpan yang manis. Besar kemungkinan pemain dari Argentina tersebut menjadi pilihan utama Rudi Garcia di musim ini. Tapi lagi – lagi persoalan pengalaman. Iturbe baru merumput di Serie A selama semusim. Selain itu, harganya yang mahal bisa saja malah menjadi beban dipundaknya. Jangan sampai ada “Cassano kedua” ditubuh Roma.

Beban sebagai calon juara memang harus disandang Roma saat ini. Setidaknya, sampai detik ini kita boleh menganggap seperti itu. Toh, daya gedor Juventus mesti akan ditambah dan kita belum tahu sejauh apa kedalaman skuad mereka. Bahkan akhir – akhir ini ada kabar bahwa Juve siap membeli Shaqiri, notabene salah satu incaran AS Roma juga. Problem yang ada ditubuh Roma juga harus segera diselesaikan. Seharusnya Garcia sudah berani untuk membangku cadangkan Totti. Ketergantungan Roma terhadap Il Principe masih sangat tinggi. Sebenarnya Roma juga mempunyai Pjanic yang mampu menjadi kreator. Kelebihan Totti dalam hal teknik masih bisa dimanfaatkan untuk mendidik Ucan atau Leandro Paredes. Soal ban kapten, De Rossi lebih pantas memakainya ketimbang Totti. Sudah cukup lama kita memuja –muja sang Prima Punta dan perangainya yang buruk membuat saya sedikit kurang respek.

Nasib Benatia kedepan juga masih simpang siur. Entah apakah pemain Maroko tersebut masih mutung karena gajinya tidak urung dinaikkan. Begitu pula dengan Gervinho yang masih merengek – rengek mengenai gaji. Kabar baru, Destro, Florenzi serta Maicon juga akan dinaikkan bayarannya. Semestinya mereka mesti berkaca dengan pengalaman yang dialami Tommassi. Karena didera cedera panjang, pemain kribo tersebut pernah meminta gaji yang nominalnya sama dengan tim Primavera.

Di musim kemarin, sedikit demi sedikit, Rudi Garcia menanamkan mental untuk selalu menang di tiap pertandingan. Wajar, di awal musim kemarin dengan streak kemenangan berturut – turut membuat Roma sebagai tim yang patut disegani. Mereka berada diatas angin saat itu, sedang naik daun. Entah karena terbuai pujian, tekanan untuk menjadi juara atau beberapa pemain dirundung cedera, akhirnya Juventus berhasil menduduki capolista hingga akhir musim. Roma belum siap juara di musim kemarin, itu benar karena perkara mental, medioker. Aku pikir sekarang mereka sudah berubah.

Ingat, di musim 2000/01, Roma juga berada dibawah tekanan. Karena Lazio berhasil juara dimusim sebelumnya. Kondisi tersebut mungkin sama dengan sekarang. Siap atau tidak, sekaranglah waktu yang tepat untukmu Roma. Inilah saatnya Roma.

Trivia :
  1. Januari kemarin, Adriano Galliani berujar bahwa Radja Nainggolan akan melabuh di Roma. Perkiraan tadi terbukti menjadi kenyataan. Lalu saat bursa transfer musim ini dibuka, Galliani juga mempredikisi kalau Iturbe mungkin merapat ke Trigoria. Lagi – lagi pernyataan pria gemuk dan gundul tersebut benar. Padahal dua pemain tersebut menjadi salah satu sasaran AC Milan. Siapa lagi Galliani ?
  2. Rudi Voeller termasuk salah satu mantan pemain yang pernah melatih Roma. Selain Voeller ada Vincenzo Montella, Bruno Conti, Fabio Capello, Carlo Mazzone, Fulvio Bernardini dll. Belum lama ini beliau masuk jajaran Hall of Fame AS Roma 2014 bersama Ghiggia, Ancelotti dan Candela.

Walter Sabatini dan Primavera : Menatap Masa Depan AS Roma

Giancarlo de Sisti, namanya memang tidak setenar Totti. Belum lama ini, mantan pemain Roma di era 70an tersebut menceritakan kisah lamanya di Olimpico. Saat merumput di Roma, De Sisti merupakan rekan satu tim dengan Walter Sabatini, direktur sepakbola Roma sekarang. Mereka berada dibawah asuhan Nils “Baron” Liedholm. De Sisti menceritakan bahwa Sabatini pernah bertengkar dengan Francesco “Kawasaki” Rocca. Mereka hampir berkelahi namun berhasil dilerai oleh Liedholm. Saat itu Liedholm berujar, “Kalian berdua pukul saya sekarang !”

Karir Sabatini sebagai pemain memang tidak gemilang dibandingkan De Sisti serta Rocca. Mereka berdua sempat menjadi punggawa timnas Italia. Sabatini ? sayang, keringatnya belum pernah menetes di jersey Azurri.

Bagaikan seorang Midas, pemain murahan berhasil beliau sulap menjadi emas yang gemilang. Sebelum kembali lagi ke AS Roma, Sabatini sempat menepi di Palermo dan Lazio. Siapa yang tidak mengenal Pastore, Lichsteiner atau Kolarov. Awalnya pemain-pemain tersebut dibeli dengan harga yang murah. Namun beberapa tahun kemudian, harganya melonjak drastis.

Perlu diingat, sebelum transfer gila-gilaan yang dilakukan Roma saat ini. Sabatini sudah merekrut beberapa pemain yang namanya tidak terlalu kita kenal. Bibit-bibit muda ditanam oleh Sabatini di Trigoria sejak Januari kemarin. Antara lain, Valmir Berisha, Petar Golubovic, Vlad Marin, Tomas Vestenicky, Leandro Paredes, Tony Sanabria dan Nemanja Radonjic. Bahkan belum lama ini ada dua nama yang baru direkrut, yaitu Danny de Silva dan Silvio Anocic.

Berisha, Vlad Marin, Radonjic serta Vestenicky merumput dengan Roma Primavera. Leandro Paredes dipinjamkan ke Chievo dan hanya bermain sekali disana. Lalu Tony Sanabria selama enam bulan melabuh di Sassuolo.

Sanabria, Vestenicky dan Golubovic sempat bermain ketika Roma melawan timnas Indonesia U-23. Kabar mengenai Vlad Marin masih belum jelas, statusnya juga pinjaman dari Juventus. Untuk musim ini, Valmir Berisha kemungkinan akan dipinjamkan untuk menambah jam terbang yang kompetitif. Pemain dari Swedia tersebut memang berbakat, bahkan dia mendapat julukan “The next Ibrahimovic”. Apalagi kompetisi Primavera di Italia kurang menggigit persaingannya.

Apabila ada yang menyebutkan kata “Primavera”, apa yang terlintas dibenak pikiran kita ? sebagai masyarakat Indonesia, tentu kita akan merujuk ke beberapa nama pemain sepakbola. Kurniawan “Si Kurus”, Kurnia Sandi atau Bima Sakti adalah produk dari Primavera Indonesia. Ketiga nama diatas sempat menghabiskan waktu di negeri Italia, memperkuat sektor muda Sampdoria. Mereka khusus dikirim oleh PSSI untuk menuntut ilmu sepakbola di negeri yang konon dikenal sebagai sarang mafia tersebut. Di era 90an, sepakbola Italia memang digemari oleh warga Indonesia. Wajar, klub-klub Italia sedang gencar-gencarnya merajai kancah Eropa. Beauty of calcio.

Pembinaan pemain muda memang menjadi kewajiban klub. Namun, ketika melihat gelagat sepakbola saat ini, metode diatas cenderung diacuhkan. Terlihat dari usaha klub-klub besar yang doyan membajak pemain “jadi”. Mahar yang dikeluarkan pun gila-gilaan. Siapa yang dirugikan ? tentu pemain akademi mereka sendiri. Peluang mereka untuk unjuk gigi bisa dikatakan tertutup. UEFA, selaku lembaga tertinggi sepakbola di Eropa sadar dengan indikasi diatas. Karena itu tim-tim yang berlaga di kompetisi kontinental Eropa, wajib mendaftarkan minimal empat pemain didikan akademi mereka. Serta empat pemain yang sebelumnya pernah merumput selama tiga musim penuh di satu atau lebih klub dalam satu asosiasi tertentu sebelum usia mereka 21 tahun. Tapi kenyataannya banyak klub yang melanggar aturan tersebut. Kalaupun ada yang didaftarkan, toh mereka hanya menjadi pemanas bangku cadangan. PR besar untuk persepakbolaan di Eropa.

Kompetisi yang melibatkan pemain-pemain muda memang kurang mengigit daya jualnya. UEFA Youth League, Viareggio Cup atau kompetisi reguler lainnya di liga tertentu tidak laku sebagai barang jualan. Di tahun 2013 kemarin ada kejuaraan Piala Dunia U-19. Namun peminatnya begitu sedikit, bahkan dari tahun ke tahun jumlah penontonnya selalu menurun. Gaung Piala Dunia U-19 mungkin kalah dibandingkan Piala Konfederasi di Brasil kemarin. Tetapi kompetisi yang tahun kemarin diraih oleh Prancis tersebut, juga masih kalah kelas daripada Piala Eropa U-21. Dugaan saya, sedikitnya pemain besar yang tampil turut mempengaruhi gebyar kejuaraan tersebut. Berbeda dengan Piala Eropa U-21, beberapa pemain bintang turut berpartisipasi. Semacam Thiago Alcantara, Strootman, Insigne, De Gea, Koke atau Marco Verratti. Nama-nama mereka turut mengangkat reputasi kompetisi. Sepakbola memang menghibur, konsumsi publik dan perlu dibisniskan.

Ada sebuah pepatah yang berbunyi, “You can’t win anything with kids”. Walter Sabatini sadar betul dengan ungkapan tersebut. Di musim 2011/12 dan 2012/13, mayoritas pemain AS Roma adalah anak muda. Mereka gagal total di kompetisi Serie A bahkan urung kembali ke kancah Eropa. Tidak heran apabila di musim kemarin terjadi perombakan skuad besar – besaran. Line up utama AS Roma tidak lagi dipenuhi para anak kecil.

Sebagai juru transfer, Walter Sabatini juga harus memperhatikan pemain-pemain berbakat yang ada di tim junior. Namun ketika melihat bursa transfer yang dilakukan oleh Roma baru-baru ini, saya melihat ada kecenderungan bahwa Sabatini acuh dengan pemain yang dibina langsung oleh klub. Nama – nama yang disebutkan diatas bukanlah produk murni AS Roma. Sanabria contohnya, pemain Paraguay tersebut merupakan didikan La Masia. Leandro Paredes yang ditahun ini berusia 20 tahun adalah produk Boca Juniors. Pertanyaannya, kenapa mereka ditransfer sekarang ? kemungkinan besarnya adalah Roma sedang membangun skuad masa depan. Talenta – talenta ciamik dikumpulkan saat ini supaya mendapatkan status homeground sebagai syarat di Liga Champions. Apabila dilihat dari sisi finansial juga cukup menguntungkan. Ibaratnya Roma sedang menanam padi dan kelak siap memanennya. Namun siapa yang tahu kalau tiba – tiba padi tersebut diserang hama ? sebuah perjudian juga sih. Tapi toh, mumpung harganya masih murah dan siapa tahu kelak daya jual mereka melunjak.

Memang tidak semua didikan akademi klub akan sukses menjadi pemain. Manchester United pernah menelurkan Clash of 92. Tapi toh selain Beckham, Butt, Neville bersaudara, Giggs serta Scholes, masih ada pemain – pemain lain yang pernah merumput bersama mereka ketika masih cupu. Nasib mereka mungkin tidak seberuntung Beckham dkk. Ulasannya bisa disimak di artikel berikut. Salah satu penulis favorit saya, yaitu Blogistuta pernah menguraikan tulisan mengenaikedatangan Paredes dll dan nasib pemain akademi Roma. Tulisan tersebut berkaitan erat dengan dokumenter yang berjudul Zero a Zero. Sebuah dokumenter yang bercerita tentang kegagalan tiga pemain akademi Roma yang pernah merebut Scudetto di kompetisi Primavera. Ketiga pemain tersebut seangkatan dengan Francesco Totti. Ada yang karirnya berakhir karena cedera. Bahkan ada pula yang harus berakhir karena masuk penjara.


Lalu bagaimana nasib didikan akademi Roma sendiri ? Kedatangan Iturbe, Ucan, Emanuelson serta Ashley Cole baru – baru ini jelas menutup peluang mereka untuk menerobos skuad utama di musim ini. Sejauh ini saya melihat hal tersebut merupakan problem di AS Roma. Karena selain berhadapan dengan pemain “jadi”, bibit asli Roma juga dibayang-bayangi oleh impor pemain muda non akademi. Para pemain akademi AS Roma tentu tidak ingin nasibnya seperti Fabio Allesandrini yang baru – baru ini harus berurusan dengan polisi karena mengonsumsi narkoba. Semuanya ingin menjadi seperti Totti, De Rossi, Aquilani, Bruno Conti, Florenzi dll. Tapi semua terserah anda, Mr. Sabatini. Kita tahu bahwa anda perokok berat dan anda juga tahu bahwa tembakau yang disimpan lebih lama rasanya lebih nikmat. Semoga Roma bisa menikmatinya.


Senin, 14 Juli 2014

Wayang Bocor yang sedikit “Bocor”

Ketika pertunjukkan sedang berlangsung, suasana hening menjadi buyar karena tangisan anak kecil. Di belakang saya juga terdengar suara anak yang sedang bertanya kepada orangtuanya. Rasa penasaran anak kecil tadi cukup besar.  “Itu siapa ?”, “Apa itu ?”
Gangguan-gangguan semacam itu mungkin kurang asyik bagi para penonton yang sedang khusyuk mencermati jalannya pertunjukkan. Salah seorang teman saya juga sempat mengeluh, merasa terganggu. Tapi ketika kita sedang asyik melihat wayang kulit semalam suntuk, entah itu di lapangan yang luas, halaman rumah atau di gedung, agaknya kejadian semacam itu menjadi sebuah pemandangan yang biasa. “Norma-norma” menonton wayang kulit memang tidak ketat. Toh, saya sendiri kerap mengobrol dengan teman sebelah ketika menyaksikan wayang kulit. Bahkan ketika hati sedang gundah gulana, saya malah sibuk curhat ketimbang konsen mendengar ocehan sang dalang.
Jadi begini, gangguan-gangguan diatas saya temui Jumat malam. Ketika sedang menonton pertunjukkan Wayang Bocor di auditorium LIP. Wayang Bocor diinisiasi oleh perupa kontemporer Yogyakarta, Eko Nugroho. Karena kontemporernya, maka Wayang Bocor juga diembel-embeli sebagai wayang kontemporer. Apa itu kontemporer ? lebih baik tidak usah dibicarakan, karena bisa melebar urusannya.
Pertunjukkan yang diselenggarakan selama dua hari tersebut (10-11 Juli) menyuguhkan lakon “Hikayat Agar-Agar Bertanduk”. Naskah serta penyutradaraan dipercayakan kepada Gunawan Maryanto yang juga merangkap sebagai dalang, narator, MC, aktor, komplit lah pokoknya. Jamaah yang hadir lumayan banyak. Tidak kalah dengan jamaah tarawih, merapatkan shaf dan berjejer-jejer.
(Photo by Swandi Ranadila)
Menurut booklet pementasan, Wayang Bocor bercita-cita mengenalkan kembali wayang kepada khalayak umum. Tentunya dengan kemasan yang lebih mudah dicerna. Tidak seperti pementasan wayang kulit yang mungkin terkesan menggurui, membosankan dan terlalu chauvinistik. Tokoh-tokoh yang muncul juga berbeda bentuknya dengan karakter wayang yang lazim kita saksikan. Tanpa maksud merendahkan cerita Panji, Menak, Damarwulan dsb, tidak bisa dipungkiri bahwa kita lebih mengenal kisah Ramayana dan Mahabarata. Namun, ceritanya lain lagi apabila kita  menonton Wayang Bocor. Tidak ada yang namanya Janaka, Rama, Kresna, Baladewa, Kunthi, Durna, Sengkuni, Bathara Narada dsb. Eko Nugroho punya karakter sendiri, entah apa nama-namanya.
Bentuk wayang disesuaikan dengan motif atau desain yang biasa dipakai oleh Eko Nugroho. Biarpun disebut wayang kontemporer, mereka tetap mengindahkan beberapa tradisi yang dianut wayang klasik. Antara lain kelir yang dipakai, tiga punakawan (Gareng, Petruk, Bagong), nembang serta suluk dan janturan.
Saat kelir mulai “bermain”, sang dalang njantur “Hong ilaheng, hong ihaleng awigna mastu purnama sidhem, awigna mastu silat mring Hyang Jagatkarana...”* Deskripsi keadaan pun mulai disenandungkan dengan bahasa Jawa. Dalam jagad wayang kulit, hal tersebut disebut janturan. Saya ingat betul, terucap kata "data pitana", “Astinapura” dll. Sebagian pengunjung mungkin tidak mengerti maksud kata-kata yang terselip dalam janturan tersebut. Beruntung, setelah itu penonton mulai “ditenangkan” dengan ucapan bahasa Indonesia. Asumsi saya, olahan kata-kata tadi merupakan tafsir atau terjemahan atas janturan yang biasa dipakai di dalam pagelaran wayang kulit (tradisi). Ketika adegan (mungkin) goro-goro dalam pertunjukkan Wayang Bocor, dimulai dengan jineman terlebih dahulu, “Bocah bajang nggiring angin, anawu banyu segara, ngoningoné kebo dhungkul, saksisih sapi gumarang” Baru tiga punakawan muncul untuk mengocok perut handai taulan yang hadir.
Oiya, ada yang terlupakan. Sebelum sosok-sosok wayang dimainkan, ada satu “gunungan” yang masih menancap. Pada pakeliran wayang klasik pun berlaku seperti itu. Secara visual, ada tiga kelir yang dipasang. Tiga-tiganya berfungsi untuk memainkan atau menimbulkan bayangan. Kelir utama tetap berada ditengah. Selain itu, adegan-adegan yang muncul tidak melulu bermain di belakang kelir. Para aktor kerap muncul di tengah panggung untuk berinteraksi. Meminjam istilahnya Umar Kayam, Wayang Bocor bisa dikatakan mengaplikasikan apa yang dimaksud dengan “Kelir tanpa batas”
(Photo by Swandi Ranadila)
Bagi saya, salah satu keunggulan Wayang Bocor adalah apiknya permainanan cahaya. Sangat membantu untuk membangun imajinasi penonton supaya tetap setia menonton. Mirip sekali ketika kita melihat pementasan Wayang Ukur dll. Namun sayang, saya tidak sempat mencermati iringan musiknya. Bisa jadi, basis penciptaan musiknya berasal atau menyesuaikan pula dengan kaidah pakeliran ringgit wacucal sedalu natas. Dari pathet nem, pathet sangan hingga pathet manyura.
            Pertunjukkan “Hikayat Agar-Agar Bertanduk” menampilkan dua tokoh utama, yaitu Ali dan Seroja. Karena dari dua tokoh tersebut kita bisa melihat kegelisahan-kegelisahan yang ada di negeri ini. Seroja dan Ali bertemu di Malaysia secara tidak sengaja. Ali tiba di Malaysia karena dia ingin berjihad ke Afghanistan. Entah kenapa kok malah mampir ke Malaysia. Berbeda dengan Seroja, perempuan yang sebenarnya sudah bersuami tersebut bekerja sebagai TKW disana. Demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga yang kelimpungan karena suaminya tidak bertanggung jawab.
Permasalahan yang muncul muncul di dalam lakon merupakan cerminan kondisi negeri ini. Kejadian yang muncul bertolak belakang dengan cita-cita founding father negeri ini yang termaktub dalam Pancasila. Maaf ini bukan pelajaran PPKN ataupun penataran bagi para pegawai negeri.
         Ada adegan dimana Seroja heran dengan peristiwa pemboman gereja di hari Natal. Anehnya, Ali justru memuji peristiwa tersebut. Lalu disaat tiga sekawan, Gareng, Petruk dan Bagong bercengkerama. Mereka mengeluhkan masyarakat yang tidak lagi guyub. Negeri ini ibarat kepingan gelas yang baru jatuh dari jendela.
     Ketika melihat tajuknya yang memakai kata “hikayat”, awalnya saya mengira pementasannya akan berbau Melayu dan mendayu-dayu. Oh, ternyata tidak. Sangat sedikit ditemui budaya Melayu. Tapi mungkin itu jadi alasan kenapa di dalam Wayang Bocor muncul kostum-kostum yang berbau Melayu, lalu ada percakapan khas Upin Ipin. Ceritanya memang berbau atau menyinggung agama Islam (maaf, biarpun terkesan fundamentalis). Karena ketika kita membaca hikayat, unsur-unsur Islam begitu kental.  Saya jadi ingat ketika kuliah semester awal disuruh mereview babad, hikayat dsb. Waktu itu saya membahas Hikayat Perang Sabil. Unsur daya juang Islam ketika perang di Aceh begitu tinggi. Tapi mengenai unsur Melayu, saya pikir tidaklah terlalu penting. Mengingat basis penciptaan Wayang Bocor bersifat kontemporer. Usaha untuk memasukkan hal-hal yang berbau tradisional patut diacungi jempol. Lagian seorang Semaun pernah juga menulis Hikayat Kadiroen yang isinya jauh dari budaya Melayu. Biarpun novel tersebut memakai bahasa Melayu. Maklum, dari jauh-jauh hari bahasa Melayu memang dikenal sebagai lingua franca.
            Sebenarnya, pementasan Wayang Bocor memang menghibur. Namun alangkah baiknya apabila mempertimbangkan lakon wayang yang lazim didengarkan. Maksudnya mengangkat beberapa cerita-cerita tradisi dan dihubungkan dengan dinamika kehidupan sosial dewasa ini. Mungkin seni wayang memang terlupakan, tapi ada lagi yang terlupakan, yaitu cerita wayang. Pengangkatan kembali cerita wayang namun dalam bentuk atau karakter yang berbeda dan unik. Menurut saya, itulah “kebocoran” Wayang Bocor. Satu hal yang tidak mereka sentuh, ketika kembali melihat tujuan Wayang Bocor yang ingin mengenalkan seni wayang yang katanya sudah lama terlupakan. Satu hal yang mengganjal, seni wayang seperti apa bung ?
            Sebelum Wayang Bocor muncul, beragam cara sudah dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat menyaksikan wayang. Ki Djoko Edan misalnya, beliau pernah memakai band rock untuk mengiringi pementasannya. Atau Bupati Tegal sekarang, Ki Enthus Susmono, pakeliran wayang beliau rubah sedemikian megah. Bahkan bentuk gunungan yang biasa kita lihat pun beliau ganti wujudnya. Strategi pementasan wayang kulit sekarang juga sudah usang. Masih saja mereka memakai hiburan-hiburan demi menarik massa. Semacam diselingi dangdutan lah, dagelan lah, campursari yang durasinya sungguh minta ampun. Konon, suwargi Ki Hadi Sugito pernah “mencak-mencak” melihat trend tersebut menjamur di kalangan dalang-dalang.
Kasus Sujiwo Tejo serta Nanang Hape menarik untuk diikuti. Mereka tetap setia dengan cerita serta tokoh wayang klasik. Cara penyajian mereka patut diapresiasi. Sujiwo Tejo mempunyai Wayang Jazz, sedangkan Nanang Hape mengenalkan Wayang Urban. Gebrakan yang dibuat Ki Sukasman juga menarik sebenarnya. Hanya saja, Wayang Ukur bisa dianggap “belum” berhasil dari segi permainan. Disamping susah memainkan wayangnya, penerus Ki Sukasman pun tidak ada. Hal tersebut sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh Ki Timbul Cerma Manggala dan Kasidi Hadiprayitno.
Aku pikir wayang merupakan karya masterpiece. Wayang di Indonesia lho. Kita sudah tahu bahwa cerita wayang diimpor dari negeri India. Epos paling populer di negeri ini jelas Mahabarata serta Ramayana. Wayang paling dikenal di Indonesia jelas wayang kulit Purwa. Entah bagaimana nasib wayang Klithik, wayang Madya, wayang Gedog, wayang Krucil, wayang Drupara, wayang Sasak atau wayang Beber kelak. Mengingat posisi wayang Purwa memang begitu hebat. Biarpun saat ini kepopuleran wayang Purwa masih kalah telak dengan gemuruh dominasi budaya massa.
Seperti yang dikhawatirkan Umar Kayam dalam catatannya yang berjudul “Wayang ke Manakah Kau ?”Apakah wayang akan habis ditelan jaman ? ah, biar itu jadi urusan masing-masing. Toh, sampai sekarang wayang masih bisa bertahan dihati para penggemarnya. Selain itu, disetiap jaman wayang selalu berevolusi. Entahlah, masa keemasan wayang memang pernah terjadi. Kita ingat betul bahwa wayang merupakan “lidah penyambung rakyat”di era Orde Baru. Program-program atau mungkin propaganda Orba kerap disisipkan. Sebelum Orba, Lekra sendiri kerap merawat wayang dengan menggelar pagelaran di kalangan akar rumput. Namun, aku juga tidak yakin bahwa bentuk pementasan wayang yang sekarang benar-benar “pakem”. Jaman memang sudah berubah, wayang sendiri harus siap menghadapinya. Semoga kita tetap merawat esensi wayang itu sendiri.

Ket :
*Menurut penuturan Brian, salah seorang kawan saya, janturan tersebut hanya dipakai oleh gaya Yogyakarta. Lengkapnya sebagai berikut :

Hong ilaheng, hong ilaheng awigna mastu purnama sidhem, awigna mastu silat mring Hyang Jagatkarana, siran tandha kawisesaning bisana, sana sinawung langen wilapa, estu maksih lestantun lampahing Budda, jinantur tutur katula, tela-tela tulat mring labeting paradya Winursita ngupama pramengniskara, karana dya tumiyeng jaman purwa,winusidha trah ingkang dinama dama, pinardi tameng lalata, mangkya tekap wasananing gupita Tan wun renggeng pralambang atumpa tumpa, manggung panggeng panggunggung sang murweng kata.

Selasa, 08 Juli 2014

Menanti Taring Serigala


Piala Dunia 2014 tinggal menyisakan beberapa pertandingan. Sejauh ini kompetisi akbar tersebut sudah mencapai babak semifinal. Beruntung salah satu gladiator Roma masih berlaga, siapa lagi kalau bukan Douglas Maicon. Setelah Piala Dunia selesai tentu kita harus menunggu sekitar dua bulan untuk menikmati liga-liga Eropa. Namun kita masih bisa disuguhi laga-laga uji coba yang apik sembari menanti kompetisi reguler.

Baiklah, beberapa hari ini saya cukup heran dengan kebijakan transfer AS Roma. Mereka merekrut beberapa pemain yang menurut saya sudah tidak layak bermain lagi alias veteran. Antara lain Ashley Cole dan Seydou Keyta. Beruntung, keduanya didapatkan secara cuma-cuma. Namun yang menjadi peroblem tentu gaji mereka yang terbilang lumayan tinggi untuk ukuran Serie A. Entahlah, mungkin karena dimusim ini AS Roma kembali lagi berkancah di ajang Liga Champions, mereka membutuhkan beberapa pemain yang mempunyai pengalaman mumpuni. Hal ini akan saya bahas di tulisan lain.

Ada baiknya kedua pemain veteran tadi kita koreksi lewat ajang pra musim. Jadi begini, ada beberapa ajang uji coba yang akan dimainkan oleh skuad Il Lupi. AS Roma menjadwalkan latihan perdananya pada 15 Juli 2014. Setelah itu mereka akan menjalani beberapa partai persahabatan. Laga pertama yang harus mereka hadapi adalah skuad Indonesia U-23. Pertandingan tersebut dilaksanakan tanggal 18 Juli di Stadion Rieti. Mengingat Trigoria, markas latihan Roma sedang direnovasi. Aku kok curiga bahwa sebenarnya laga tersebut merupakan pengganti gagalnya kunjungan AS Roma tahun kemarin. Mengingat EO ujicoba tersebut adalah Nine Inc Sport. Sama dengan EO yang berusaha mendatangkan Roma kemarin. Indonesia memang melakukan tur di Italia sebagai persiapan untuk menghadapi Asian Games. Selain berhadapan dengan AS Roma, mereka juga akan bertanding dengan Cagliari serta Lazio de Merda.

Kemudian skuad Rudi Garcia akan terbang ke Amerika. Mereka akan menjalani laga eksebisi dengan klub-klub besar. Di negeri Paman Sam tersebut, Roma mengikuti kompetisi Guiness International Champions Cup 2014. Eksebisi tersebut dibagi menjadi dua grup. Grup A diisi oleh Manchester United, Real Madrid, Inter Milan serta AS Roma. Sedangkan di Grup B ada Liverpool, AC Milan, Olympiakos dan Manchester City. Apakah Il Principe dkk mampu membalaskan dendam mereka atas tragedi 7-1 ? Kita lihat saja besok..

Sebelum menjalani kompetisi Guiness International Champions Cup 2014, AS Roma akan bertanding dahulu dengan Liverpool. Masing-masing klub sudah sepakat untuk bertarung pada 23 Juli 2014 di Fenway Park. Menarik ya, karena kita akan melihat tiga pemain yang masih setia dengan jersey kebanggaannya. Siapa lagi kalau bukan Totti, De Rossi serta Steven Gerrard. Akupun berharap supaya Fabio Borini ikut dalam skuad Liverpool. Daje Borini !

Kembali ke kompetisi Guiness International Champions Cup 2014. Ajang tersebut akan digelar pada 24 Juli – 4 Agustus 2014. Masing – masing juara grup akan bertemu di Sun Life Stadium untuk menjalani laga final. Musuh pertama Roma adalah Manchester United. Mereka bertanding pada tanggal 26 Juli, tepat dihari ulangtahunku. Semoga saja AS Roma mampu menggilas The Red Devils. What a nice gift ! Hihihi. Karena males mengetik jadwal lengkapnya silahkan dicek dibawah bung, sudah disesuaikan dengan Waktu Indonesia Barat.

Pelatihan pra musim AS Roma ternyata masih berlanjut. Mereka akan meluncur kembali ke Eropa. Sekembali dari Amerika, Totti dkk tidak langsung menuju Italia. Mereka terlebih dahulu mampir di Austria untuk menjalani summer camp. Lokasinya berada di Bald Waltersdorf Sport Centre. Rencananya summer camp tersebut dilaksanakan pada tanggal 9 sampai 15 Agustus 2014. Disekitar lokasi, manajemen Roma juga membangun Cuore Solle Village. Akan terdapat berbagai macam games, hiburan serta merchandise. Seperti ketika AS Roma menjalani laga kandang, manajemen Roma selalu membuat Cuore Solle Village sebagai ajang promosi.

Tidak lupa pula De Rossi dkk menjajal beberapa klub Austria. Ada dua klub yang akan mereka hadapi. Pada tanggal 10 Agustus 2014, Roma ditantang SV Eltendorf 10 di Stadion Sporplaz. Lalu di laga kedua mereka akan menghadapi Wienner SK pada 15 Agustus 2014 di Stadion Wiener Sportclub. Fuh, jadwal yang padat ternyata.

Karena Serie A musim 2014/15 baru dimulai pada 31 Agustus, alangkah baiknya kita menikmati laga ujicoba diatas dengan sepenuh hati. Sembari menimbang apakah dimusim ini Roma layak meraih scudetto setelah 13 tahun yang lalu. Apakah musim ini Serigala-serigala mampu mempertajam taringnya ? Can we challenge the Scudetto and Coppa Italia this season Mr. Rudi ? i hope you can bring our glory again. Yes, we really really desperate for the succes and the glory. Grazie Roma, core de sta citta....




"The Good, The Bad, The Ugly"

Kala itu, ditahun 2009, Roma dilatih oleh Claudio Ranieri. Sebelumnya, Luciano Spalletti memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya, Roma memang dalam keadaan sulit waktu itu. Krisis keuangan melanda mereka. Tapi anehnya ada isu unik yang merebak. Roma berencana membangun stadion, Stadio Franco Sensi. Ranieri dipercaya menggantikan pelatih berkepala plontos tersebut. Namun, pelatih spesialis runner up tersebut juga tidak bertahan lama. Pada bulan Februari musim 2010/11, Ranieri dipecat. Montella ditunjuk sebagai caretaker Roma saat itu. Di akhir musim, Roma hanya finish diperingkat enam. Beruntung Roma masih bisa lolos ke kompetisi Eropa.

"The Ugly"
Pada tahun 2011, Roma menjadi klub Italia pertama yang dimiliki oleh orang asing. Secara resmi, Thomas di Benedetto mengambil alih kekuasaan keluarga Sensi. Sebelumnya, memang sudah ada perjanjian antara kedua belah pihak. Rosella Sensi tetap menjadi presiden klub, selama utang-utang Roma di Unicredit berhasil dilunasi oleh Thomas di Benedetto. Tampuk kekuasaan pun berpindah, visi misi klub pun ikut berubah. Orientasi bisnis jelas menjadi prioritas utama jutawan Amerika tersebut. Kita sudah tahu bukan bagaimana gelagat jutawan-jutawan yang mengakuisisi klub-klub sepakbola di Eropa. Sebut saja, PSG, Manchester City, Manchester United, Chelsea ataupun Zenit.
Agaknya Roma terpikat dengan hegemoni gaya sepakbola Barcelona di Eropa, tiki taka. Montella dipecat, Luis Enrique diangkat. Notabene, Luis Enrique merupakan pelatih Barcelona B. Apakah Roma lupa bahwa gaya tiki taka yang ditunjukkan oleh Pep Guardiola tersebut juga berakar dari permainan milik Spalletti ketika mengasuh Totti dkk. Entahlah, tapi menurut beberapa pengamat, Luciano Spalletti termasuk "pencetus" atau "pembaharu" gaya sepakbola yang sekarang dikenal dengan istilah False Nine tersebut. Gaya tersebut lalu dimodifikasi oleh Sir Alex Ferguson, bahkan oleh Spanyol saat mereka meraih Piala Dunia 2010. Pep Guardiola semakin berhasil ketika false nine dipadukan dengan tiki taka.
Roma sangat menaruh harapan yang tinggi ditangan Luis Enrique. Sepakbola indah ingin mereka tonton di jagad Serie A. Miliaran rupiah digelontorkan untuk mendatangkan pemain-pemain bintang. Bojan Krick, Erik Lamela, Miralem Pjanic, Gabriel Heinze, Marten Stelekenburg datang ke Trigoria. Hasilnya, tiki taka Roma mandul tak berkutik. Tak kuasa menahan malu, Enrique mengundurkan diri ketika musim 2011/12 sudah berakhir. Roma kembali kelabakan.

"The Bad"
Menghadapi musim yang baru, Serie A bakalan kedatangan orang lama. Pescara yang dihuni banyak pemain daun muda berhasil promosi. Siapa pelatihnya ? Zdenek "The Old Man" Zeman. Roma ingin bernostalgia tampaknya, Zeman dipanggil kembali ke Trigoria. Strategi kembali berubah. Luis Enrique jelas mengutamakan ball possesion, bermain sabar. Namun, Zeman tetaplah Zeman, keras kepala. Serang, serang dan serang adalah ciri khasnya. Banyak yang berpendapat bahwa Zemanlandia merupakan gaya yang tidak imbang. Buktinya, gawang Roma terlalu sering dibobol, biarpun mereka juga mencetak banyak gol. Beberapa pemain tidak puas dengan kinerja Zeman. Antara lain, Daniele De Rossi dan Miralem Pjanic. Di musim itu, De Rossi bagaikan pangeran mati di kerajaannya sendiri. Rumor kepindahannya terdengar santer, konon De Rossi tidak puas bermain di Roma. Sampai – sampai, mantan istri De Rossi angkat bicara.

Era Zeman II akhirnya runtuh. Aurelio Andreazolli ditunjuk menjadi caretaker. Andreazolli datang ke Roma pada tahun 2006. Ia termasuk staff yang dibawa khusus oleh Spalletti saat itu. Hasil akhirnya memang tidak memuaskan, Roma kembali gagal lolos ke zona Eropa. Hasil paling buruk adalah disaat mereka takluk di tangan "saudara"nya sendiri. 1-0, Lazio berpesta mengangkat piala Coppa Italia. Dua musim yang gelap bukan ?


"The Good"
Serigala yang kikuk. Kalimat yang tepat disandang AS Roma dimusim 2012/13. Ketika Sabatini gagal membujuk Allegri atau Mazzari untuk hijrah ke Trigoria, lalu memilih Rudi Garcia, siapa yang tidak pesimis. Bahkan, politisi ternama Italia, Maurizio Gasparri pun berujar "Who is Garcia, is he Zorro's friend ?" Wajar apabila politisi dari partai Forza Italia tersebut muak dengan kebijakan tersebut. Maklum, Gasparri termasuk pemegang saham di AS Roma. Lalu ketika saya sedang kumpul-kumpul di Gelanggang, seorang teman yang bernama Marwan bertanya, “Roma pelatihnya sekarang siapa ?” aku jawab, “Rudi Garcia bung..” Mas Marwan pun membalas, “Sopo kuwi ?”
Tapi sudahlah, toh keraguan tersebut terjawab sudah. Ya, sebagai fans Roma setidaknya kita sudah bisa bernapas lega. Aku yakin, Daniele De Rossi pun merasa lega sekarang, begitu juga dengan Totti, Pallotta, Venditti, Carlo Verdone, Bruno Conti bahkan Max Biaggi.
Tidak usah membahas panjang lebar soal Garcia. Kegagalan AS Roma merengkuh scudetto tidak perlu disesali. Kali ini Roma sedang merajut masa depan bersama Rudi Garcia. Mereka sudah berada dijalur yang tepat karena seorang Rudi Garcia berhasil menjinakkan kelemahan terbesar AS Roma, yaitu mentalitas. Garcia mengawali karirnya dari bawah. Dia bukan pemain beken di era 80an semacam Platini, Maradona dll. Pria yang mempunyai butik desain interior tersebut pernah menjadi scout. Bahkan jalur physio pun pernah dia tempuh. Segala lini yang menyangkut struktur klub setidaknya sudah pernah disinggahi. Baiklah, sudah cukup mengenai Rudi Garcia. Until now, he’s “The Good”. Yes, I’m sure about that.