Kala itu, ditahun 2009, Roma dilatih oleh Claudio
Ranieri. Sebelumnya, Luciano Spalletti memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya, Roma memang dalam keadaan sulit waktu itu. Krisis keuangan melanda
mereka. Tapi anehnya ada isu unik yang merebak. Roma berencana membangun
stadion, Stadio Franco Sensi. Ranieri dipercaya menggantikan pelatih berkepala
plontos tersebut. Namun, pelatih spesialis runner up tersebut juga tidak
bertahan lama. Pada bulan Februari musim 2010/11, Ranieri dipecat. Montella ditunjuk
sebagai caretaker Roma saat itu. Di akhir musim, Roma hanya finish diperingkat enam.
Beruntung Roma masih bisa lolos ke kompetisi Eropa.
"The Ugly"
Pada tahun 2011, Roma menjadi klub Italia pertama yang
dimiliki oleh orang asing. Secara resmi, Thomas di Benedetto mengambil alih
kekuasaan keluarga Sensi. Sebelumnya, memang sudah ada perjanjian antara kedua
belah pihak. Rosella Sensi tetap menjadi presiden klub, selama utang-utang Roma
di Unicredit berhasil dilunasi oleh Thomas di Benedetto. Tampuk kekuasaan pun
berpindah, visi misi klub pun ikut berubah. Orientasi bisnis jelas menjadi
prioritas utama jutawan Amerika tersebut. Kita sudah tahu bukan bagaimana
gelagat jutawan-jutawan yang mengakuisisi klub-klub sepakbola di Eropa. Sebut
saja, PSG, Manchester City, Manchester United, Chelsea ataupun Zenit.
Agaknya Roma terpikat dengan hegemoni gaya sepakbola
Barcelona di Eropa, tiki taka. Montella dipecat, Luis Enrique diangkat.
Notabene, Luis Enrique merupakan pelatih Barcelona B. Apakah Roma lupa bahwa
gaya tiki taka yang ditunjukkan oleh Pep Guardiola tersebut juga berakar dari
permainan milik Spalletti ketika mengasuh Totti dkk. Entahlah, tapi menurut
beberapa pengamat, Luciano Spalletti termasuk "pencetus" atau
"pembaharu" gaya sepakbola yang sekarang dikenal dengan istilah False
Nine tersebut. Gaya tersebut lalu dimodifikasi oleh Sir Alex Ferguson, bahkan
oleh Spanyol saat mereka meraih Piala Dunia 2010. Pep Guardiola semakin
berhasil ketika false nine dipadukan dengan tiki taka.
Roma sangat menaruh harapan yang tinggi ditangan Luis
Enrique. Sepakbola indah ingin mereka tonton di jagad Serie A. Miliaran rupiah
digelontorkan untuk mendatangkan pemain-pemain bintang. Bojan Krick, Erik
Lamela, Miralem Pjanic, Gabriel Heinze, Marten Stelekenburg datang ke Trigoria.
Hasilnya, tiki taka Roma mandul tak berkutik. Tak kuasa menahan malu, Enrique
mengundurkan diri ketika musim 2011/12 sudah berakhir. Roma kembali kelabakan.
"The Bad"
Menghadapi musim yang baru, Serie A bakalan kedatangan
orang lama. Pescara yang dihuni banyak pemain daun muda berhasil promosi. Siapa
pelatihnya ? Zdenek "The Old Man" Zeman. Roma ingin bernostalgia
tampaknya, Zeman dipanggil kembali ke Trigoria. Strategi kembali berubah. Luis
Enrique jelas mengutamakan ball possesion, bermain sabar. Namun, Zeman tetaplah
Zeman, keras kepala. Serang, serang dan serang adalah ciri khasnya. Banyak yang
berpendapat bahwa Zemanlandia merupakan gaya yang tidak imbang. Buktinya,
gawang Roma terlalu sering dibobol, biarpun mereka juga mencetak banyak gol.
Beberapa pemain tidak puas dengan kinerja Zeman. Antara lain, Daniele De Rossi
dan Miralem Pjanic. Di musim itu, De Rossi bagaikan pangeran mati di
kerajaannya sendiri. Rumor kepindahannya terdengar santer, konon De Rossi tidak
puas bermain di Roma. Sampai – sampai, mantan istri De Rossi angkat bicara.
Era Zeman II akhirnya runtuh. Aurelio Andreazolli
ditunjuk menjadi caretaker. Andreazolli datang ke Roma pada tahun 2006. Ia
termasuk staff yang dibawa khusus oleh Spalletti saat itu. Hasil akhirnya
memang tidak memuaskan, Roma kembali gagal lolos ke zona Eropa. Hasil paling
buruk adalah disaat mereka takluk di tangan "saudara"nya sendiri.
1-0, Lazio berpesta mengangkat piala Coppa Italia. Dua musim yang gelap bukan ?
"The Good"
Serigala yang kikuk. Kalimat yang tepat disandang AS
Roma dimusim 2012/13. Ketika Sabatini gagal membujuk
Allegri atau Mazzari untuk hijrah ke Trigoria, lalu
memilih Rudi Garcia, siapa yang tidak pesimis. Bahkan, politisi ternama Italia,
Maurizio Gasparri pun berujar "Who is
Garcia, is he Zorro's friend ?" Wajar apabila politisi dari partai
Forza Italia tersebut muak dengan kebijakan tersebut. Maklum, Gasparri termasuk
pemegang saham di AS Roma. Lalu ketika saya sedang kumpul-kumpul di Gelanggang,
seorang teman yang bernama Marwan bertanya, “Roma pelatihnya sekarang siapa ?”
aku jawab, “Rudi Garcia bung..” Mas Marwan pun membalas, “Sopo kuwi ?”
Tapi
sudahlah, toh keraguan tersebut terjawab sudah. Ya, sebagai fans Roma
setidaknya kita sudah bisa bernapas lega. Aku yakin, Daniele De Rossi pun
merasa lega sekarang, begitu juga dengan Totti, Pallotta, Venditti, Carlo
Verdone, Bruno Conti bahkan Max Biaggi.
Tidak
usah membahas panjang lebar soal Garcia. Kegagalan AS Roma merengkuh scudetto
tidak perlu disesali. Kali ini Roma sedang merajut masa depan bersama Rudi
Garcia. Mereka sudah berada dijalur yang tepat karena seorang Rudi Garcia
berhasil menjinakkan kelemahan terbesar AS Roma, yaitu mentalitas. Garcia
mengawali karirnya dari bawah. Dia bukan pemain beken di era 80an semacam
Platini, Maradona dll. Pria yang mempunyai butik desain interior tersebut
pernah menjadi scout. Bahkan jalur physio pun pernah dia tempuh. Segala lini
yang menyangkut struktur klub setidaknya sudah pernah disinggahi. Baiklah,
sudah cukup mengenai Rudi Garcia. Until now, he’s “The Good”. Yes, I’m sure
about that.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar