"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Selasa, 08 Juli 2014

"The Good, The Bad, The Ugly"

Kala itu, ditahun 2009, Roma dilatih oleh Claudio Ranieri. Sebelumnya, Luciano Spalletti memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya, Roma memang dalam keadaan sulit waktu itu. Krisis keuangan melanda mereka. Tapi anehnya ada isu unik yang merebak. Roma berencana membangun stadion, Stadio Franco Sensi. Ranieri dipercaya menggantikan pelatih berkepala plontos tersebut. Namun, pelatih spesialis runner up tersebut juga tidak bertahan lama. Pada bulan Februari musim 2010/11, Ranieri dipecat. Montella ditunjuk sebagai caretaker Roma saat itu. Di akhir musim, Roma hanya finish diperingkat enam. Beruntung Roma masih bisa lolos ke kompetisi Eropa.

"The Ugly"
Pada tahun 2011, Roma menjadi klub Italia pertama yang dimiliki oleh orang asing. Secara resmi, Thomas di Benedetto mengambil alih kekuasaan keluarga Sensi. Sebelumnya, memang sudah ada perjanjian antara kedua belah pihak. Rosella Sensi tetap menjadi presiden klub, selama utang-utang Roma di Unicredit berhasil dilunasi oleh Thomas di Benedetto. Tampuk kekuasaan pun berpindah, visi misi klub pun ikut berubah. Orientasi bisnis jelas menjadi prioritas utama jutawan Amerika tersebut. Kita sudah tahu bukan bagaimana gelagat jutawan-jutawan yang mengakuisisi klub-klub sepakbola di Eropa. Sebut saja, PSG, Manchester City, Manchester United, Chelsea ataupun Zenit.
Agaknya Roma terpikat dengan hegemoni gaya sepakbola Barcelona di Eropa, tiki taka. Montella dipecat, Luis Enrique diangkat. Notabene, Luis Enrique merupakan pelatih Barcelona B. Apakah Roma lupa bahwa gaya tiki taka yang ditunjukkan oleh Pep Guardiola tersebut juga berakar dari permainan milik Spalletti ketika mengasuh Totti dkk. Entahlah, tapi menurut beberapa pengamat, Luciano Spalletti termasuk "pencetus" atau "pembaharu" gaya sepakbola yang sekarang dikenal dengan istilah False Nine tersebut. Gaya tersebut lalu dimodifikasi oleh Sir Alex Ferguson, bahkan oleh Spanyol saat mereka meraih Piala Dunia 2010. Pep Guardiola semakin berhasil ketika false nine dipadukan dengan tiki taka.
Roma sangat menaruh harapan yang tinggi ditangan Luis Enrique. Sepakbola indah ingin mereka tonton di jagad Serie A. Miliaran rupiah digelontorkan untuk mendatangkan pemain-pemain bintang. Bojan Krick, Erik Lamela, Miralem Pjanic, Gabriel Heinze, Marten Stelekenburg datang ke Trigoria. Hasilnya, tiki taka Roma mandul tak berkutik. Tak kuasa menahan malu, Enrique mengundurkan diri ketika musim 2011/12 sudah berakhir. Roma kembali kelabakan.

"The Bad"
Menghadapi musim yang baru, Serie A bakalan kedatangan orang lama. Pescara yang dihuni banyak pemain daun muda berhasil promosi. Siapa pelatihnya ? Zdenek "The Old Man" Zeman. Roma ingin bernostalgia tampaknya, Zeman dipanggil kembali ke Trigoria. Strategi kembali berubah. Luis Enrique jelas mengutamakan ball possesion, bermain sabar. Namun, Zeman tetaplah Zeman, keras kepala. Serang, serang dan serang adalah ciri khasnya. Banyak yang berpendapat bahwa Zemanlandia merupakan gaya yang tidak imbang. Buktinya, gawang Roma terlalu sering dibobol, biarpun mereka juga mencetak banyak gol. Beberapa pemain tidak puas dengan kinerja Zeman. Antara lain, Daniele De Rossi dan Miralem Pjanic. Di musim itu, De Rossi bagaikan pangeran mati di kerajaannya sendiri. Rumor kepindahannya terdengar santer, konon De Rossi tidak puas bermain di Roma. Sampai – sampai, mantan istri De Rossi angkat bicara.

Era Zeman II akhirnya runtuh. Aurelio Andreazolli ditunjuk menjadi caretaker. Andreazolli datang ke Roma pada tahun 2006. Ia termasuk staff yang dibawa khusus oleh Spalletti saat itu. Hasil akhirnya memang tidak memuaskan, Roma kembali gagal lolos ke zona Eropa. Hasil paling buruk adalah disaat mereka takluk di tangan "saudara"nya sendiri. 1-0, Lazio berpesta mengangkat piala Coppa Italia. Dua musim yang gelap bukan ?


"The Good"
Serigala yang kikuk. Kalimat yang tepat disandang AS Roma dimusim 2012/13. Ketika Sabatini gagal membujuk Allegri atau Mazzari untuk hijrah ke Trigoria, lalu memilih Rudi Garcia, siapa yang tidak pesimis. Bahkan, politisi ternama Italia, Maurizio Gasparri pun berujar "Who is Garcia, is he Zorro's friend ?" Wajar apabila politisi dari partai Forza Italia tersebut muak dengan kebijakan tersebut. Maklum, Gasparri termasuk pemegang saham di AS Roma. Lalu ketika saya sedang kumpul-kumpul di Gelanggang, seorang teman yang bernama Marwan bertanya, “Roma pelatihnya sekarang siapa ?” aku jawab, “Rudi Garcia bung..” Mas Marwan pun membalas, “Sopo kuwi ?”
Tapi sudahlah, toh keraguan tersebut terjawab sudah. Ya, sebagai fans Roma setidaknya kita sudah bisa bernapas lega. Aku yakin, Daniele De Rossi pun merasa lega sekarang, begitu juga dengan Totti, Pallotta, Venditti, Carlo Verdone, Bruno Conti bahkan Max Biaggi.
Tidak usah membahas panjang lebar soal Garcia. Kegagalan AS Roma merengkuh scudetto tidak perlu disesali. Kali ini Roma sedang merajut masa depan bersama Rudi Garcia. Mereka sudah berada dijalur yang tepat karena seorang Rudi Garcia berhasil menjinakkan kelemahan terbesar AS Roma, yaitu mentalitas. Garcia mengawali karirnya dari bawah. Dia bukan pemain beken di era 80an semacam Platini, Maradona dll. Pria yang mempunyai butik desain interior tersebut pernah menjadi scout. Bahkan jalur physio pun pernah dia tempuh. Segala lini yang menyangkut struktur klub setidaknya sudah pernah disinggahi. Baiklah, sudah cukup mengenai Rudi Garcia. Until now, he’s “The Good”. Yes, I’m sure about that.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar