"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Jumat, 13 Februari 2015

Viareggio Cup : Karnaval Talenta-talenta Muda di Italia


Di bulan Februari ini, negeri Italia menggelar kembali kompetisi Viareggio Cup atau Torneo di Viareggio. Ajang unjuk gigi talenta-talenta muda, baik dari Italia sendiri maupun dari luar negeri. Beruntung sekali, pada kompetisi Viareggio Cup ke 67 tersebut, salah satu klub dari Indonesia diundang, yaitu Pro Duta. Banyak pengamat yang menganggap, Viareggio Cup merupakan ajang prestisius untuk menapaki ke jenjang berikutnya. Kompetisi yang nama resminya adalah Viareggio Cup World Football Tournament tersebut bahkan lebih bergengsi ketimbang kompetisi reguler antar Primavera di Italia. Baik, Campionato Nazionale Primavera ataupun Coppa Primavera.

Viareggio Cup digelar oleh CGC (Centro Giovani Calciatore) Viareggio. Sebuah organisasi yang terbentuk pada tahun 1947 dan fokus pada pembinaan olahraga (atletik, hockey, basket, voli dan sepakbola). Tentunya CGC Viareggio bekerjasama dengan CONI, FIGC, UEFA serta FIFA dalam penyelenggaraan kompetisi tersebut. Torneo di Viareggio baru digelar dua tahun kemudian setelah berdirinya CGC. Ajang sepakbola khusus untuk tim U-21 (baik klub ataupun negara) tadi juga kerap disebut Coppa Carnevale. Mengingat, waktu penyelenggaran turnamen bersamaan dengan Viareggio Carnival. Karnaval tahunan tiap bulan Februari yang digelar oleh Region Tuscany sejak tahun 1873. Nah, di kompetisi pertamanya, mahkota Viareggio Cup berhasil direbut oleh AC Milan. Kala itu, panitia sudah mengundang beberapa klub non Italia. Yaitu Nice dan Rapid Menton dari Prancis, serta Bellinzona dari Swiss.

Format Viareggio Cup selalu berubah-ubah sejak 1949 hingga sekarang. Statistik serta format kompetisi tersebut, bisa kita cek di web RSSSF berikut. Perubahan secara berkala selalu mereka lakukan untuk memperbaiki kualitas turnamen. Mengundang klub-klub asing tentu akan meningkatkan daya tawar Coppa Carnevale sebagai ajang internasional. Mereka pun mulai menambah kuota peserta menjadi 48 tim sejak tahun 2006. Di ajang pertama, Viareggio Cup hanya diikuti 10 tim. Beranjak ke turnamen tahun kedua, 12 tim mereka undang. Berikutnya, di tahun 1951 hingga 1974, Coppa Carnevale mulai diikuti 16 tim dengan sistem gugur. Pengecualian untuk tahun 1957 dan 1959 yang hanya diikuti 8 tim.

Di tahun 1975, mereka mulai memakai sistem grup. Kompetisi dibagi menjadi empat grup yang diikuti 16 tim. Peringkat 1 dan 2 di masing-masing grup berhak lolos babak berikutnya. Sistem tadi bertahan hingga gelaran Viareggio Cup ke 42. Sistem kembali dirubah di tahun 1990, dimana setiap peserta terbagi ke dalam 8 grup. Setiap grup diisi 3 tim dan hanya juara pertama saja yang berhak lolos ke babak perempatfinal. Sistem paling rumit terjadi dari tahun 1991 hingga 1997. Misalnya, di tahun 1991, Coppa Carnevale terbagi menjadi enam grup. Di dalam satu grup, empat tim tidak saling bertemu satu sama lain. Melainkan tim A akan melawan tim B dua leg, begitu pula dengan tim C dan D. Dua tim yang lolos secara agregat tersebut akan bertemu untuk menuju ke perempatfinal. Mengingat dari masing-masing grup hanya bisa meloloskan enam tim. Maka, dua tim lain yang diperbolehkan untuk melaju ke babak berikutnya adalah mereka yang unggul berdasar agregat gol. Misalnya, kasus di Grup C dan Grup E kala itu. Bologna melawan Bari berakhir imbang, 0-0. Sedang Roma dan Torino berkesudahan 1-1. Tak ada yang menang, tapi keempat tim tersebut berhak lolos ke perempatfinal karena di empat laga lain, terdapat tim yang menderita kekalahan.Peraturan semacam itu juga dipakai kembali di Viareggio Cuo 1992. Hanya saja, di fase grup mereka saling bertemu satu sama lain. Dua tim terbaik akan lolos ke fase 2nd round. Nah, di babak ini, peraturan agregat gol berlaku. Pada saat itu, fase 2nd round berkesudahan sebagai berikut :

Torino 1-1 Roma [6-5 pen]
Bari 2-1 Napoli
Parma 3-2 Cesena
Milan 5-0 Modena
Fiorentina 2-0 Inter
Atalanta 1-0 Dinamo Moscow

Biarpun menderita kekalahan, Roma dan Dinamo Moskow diperbolehkan maju ke babak perempatfinal karena menjadi tim terbaik diantara tim-tim yang kalah (best losers). Model semacam itu terus berjalan hingga tahun 1996. Karena di tahun 1997, Viareggio Cup sudah memakai sistem delapan grup. Biarpun, di tahun 1994, dua belas tim yang lolos dibagi lagi kedalam dua grup di fase 2nd round. Namun, prinsipnya tetap sama, tim yang menjadi best loser tetap akan lolos ke babak perempatfinal. Hanya saja, di tahun 1996, ada sebutan lucky losers di fase second round. Saat itu diterima Parma dan Bari.

Penambahan kuota peserta kembali terjadi di tahun 1997-1999. Viarregio Cup mulai dikuti 32 tim dan dibagi ke dalam 8 grup. Selanjutnya, eksebisi di tahun 2000-2005, mereka mengundang 40 tim yang dipisahkan ke dalam 10 grup. Pengoleksi nilai terbaik serta agregat terbaik untuk peringkat 1 dan 2 di masing-masing grup, berhak melaju ke babak 16 besar. Di ajang yang ke 58, Viareggio Cup mulai diikuti 48 tim dan terbagi menjadi 12 grup. Format tersebut bertahan hingga tahun 2013. Kecuali kompetisi di tahun 2009 yang hanya memakai 10 grup. Selanjutnya, peserta Coppa Carnevale kembali disusutkan menjadi 32 tim pada tahun 2014 hingga saat ini.

Mulai tahun 2009, laga perebutan tempat ketiga dihapus oleh panitia. Namun, di tahun yang sama, mereka mulai memberikan predikat pemain terbaik ( Torneo di Viareggio Golden Boy). Pemain pertama yang disematkan gelar tersebut adalah Guido Marilungo. Sedangkan tahun kemarin diraih Alberto Cerri dari Parma.

Ajang Silaturahmi antar Klub se-Dunia

Apabila dilihat dari segi mutu dan kualitas permainan, turnamen Viareggio Cup memang layak dicap sebagai kompetisi skala internasional. Biarpun, baru-baru ini pihak AC Milan mengeluarkan pernyataan mengenai buruknya kualitas lapangan. Selepas menerima kekalahan atas PSV, Filipo Galli selaku kepala akademi AC Milan menyatakan, mungkin tahun ini merupakan partisipasi terakhir mereka di ajang tersebut. Ketika menonton siaran langsung AS Roma melawan Belgrano, saya juga berpendapat bahwa lapangannya sangat buruk sekali. Sulit untuk melakukan umpan-umpan datar dan pendek. Namun, patut diakui, secara keseluruhan fasilitas akademi sepakbola di Italia memang tidak sebagus di negara lain. Misalnya, di Spanyol, Jerman, Belanda, Belgia ataupun Inggris. Apalagi di Viareggio, fasilitas pembinaan sepakbola tidak semoncer milik Atalanta, Empoli, AS Roma atau AC Milan. Terlepas dari segala kontroversialnya, ajang Viareggio Cup tetap layak dinikmati. Sebab, kompetisi tersebut menjadi ajang pertemuan antar talenta-talenta muda sedunia. Biarpun kurang kompetitif jika mencermati komposisi tim yang turut berlaga.

Sejak awal kompetisi, klub-klub luar Italia sudah diundang untuk berpartisipasi. Biarpun secara keseluruhan, mayoritas peserta kompetisi Viareggio Cup adalah klub dari Italia. Setidaknya, perwakilan antar benua sudah pernah menikmati Coppa Carnevale. Pada awalnya, panitia hanya mengundang klub dari Italia serta sekitaran Eropa. Tim luar Eropa yang pertama kali mencicipi kompetisi tersebut adalah Boca Juniors, pada tahun 1970. Selanjutnya, klub-klub dari benua lain pun mulai turut mengikuti Viareggio Cup. China misalnya, mereka menjadi negara Asia pertama yang menjajal Torneo di Viareggio. Kala itu mereka diwakili sebuah tim yang bernama, Beijing Youth. Indonesia juga boleh berbangga, sebab mereka merupakan negara di Asia Tenggara yang pertama kali mengikuti ajang tersebut. Di tahun 1994, Indonesia berada di grup A, bersama dengan Napoli, Torino dan Cosenza. Sayang, mereka tak mampu lolos ke fase berikutnya. Bahkan gawang Indonesia menjadi pundi-pundi gol bagi ketiga kompetitornya.

Sejauh ini, wakil dari Asia Tenggara hanyalah Indonesia dan Malaysia. Di tahun 2007 dan 2008, Malaysia mengirimkan timnya ke Italia, yaitu Malaysia Indian. Nasibnya tak jauh beda dengan Indonesia, dua tahun mengikuti Viareggio Cup, Malaysia Indian selalu menempati juru kunci. Kenyataan tersebut juga dirasakan Pro Duta FC baru-baru ini. Di pertandingan pertama, mereka dibantai 6-0 oleh Parma yang diasuh Hernan Crespo. Biarpun pulang dengan tangan hampa, satu hal yang penting bagi mereka adalah pengalaman. Benua Afrika tidak ketinggalan untuk mengirimkan perwakilannya. Beberapa tim yang sempat ambil bagian di ajang tersebut adalah Aljazair, Nairobi (Kenya) dll. Citra internasional semakin terasa, ketika Australia mulai mengirimkan tim ke ajang tersebut. Di tahun 1998, Club Marconi menjadi perwakilan pertama dari negeri Kangguru. Nah, pada tahun 2002, Leichhardt Tigers mewakili Australia untuk tampil di ajang Viareggio Cup. Klub yang berasal dari Sydney tersebut unik, sebab didirikan oleh komunitas imigran Italia yang tinggal di Australia. 

Salah satu hal yang menarik adalah kompetisi ke 54. Saat itu, panitia mengundang dua perwakilan dari Israel dan Palestina. Tidak bermaksud untuk merujuk ke arah politik, namun masing-masing kubu tidak bertemu dalam satu grup. Kita bisa menafsirkan bahwa sepakbola berusaha menyatukan perpecahan yang disebabkan hal-hal berbau rasial. Salah satu sisi positifnya adalah Viareggio Cup mampu mengundang dua negara yang sedang berkonflik. Di tahun itu, untuk pertama kalinya Viareggio Cup didatangi para pemuda dari seluruh benua di dunia. Masing-masing benua mengirimkan perwakilannya di kompetisi Coppa Carnevale 2002. Di gelaran yang sama, New York United ikut serta mewakili Amerika Serikat. Keberanian panitia saat itu patut diacungi jempol. Mengingat, iklim politik internasional sedang memanas pada tahun-tahun tersebut. Isu terorisme semakin menguat setelah tragedi 9/11. Selain itu, Amerika Serikat juga menginvansi Irak dua tahun sesudahnya. Viareggio Cup secara tersirat menyatakan, bahwa sepakbola bisa menjadi arena untuk mencapai perdamaian.

Peristiwa menarik juga terjadi di tahun 2000. Saat itu, Maccabi Haifa (Israel) berada satu grup dengan Lazio. Sejarah berkata, bahwa Lazio menjadi basis suporter getol mengeluarkan slogan-slogan anti-semit. Hal tersebut menjadi perhatian bagi presiden Lazio saat itu. Di bulan September 2001, Sergio Cragnotti memutuskan untuk mengikuti laga persahabatan yang digelar di Stadion Olimpico, Shalom Cup namanya. Suporter garis keras Lazio sempat mengecam dan memboikot adanya pertandingan tersebut. Karena Lazio akan menghadapi Maccabi Haifa dan ASEC Abidjan (Pantai Gading). Pertemuan antara Lazio dengan Maccabi Haifa tersebut, baik ditingkat junior ataupun senior layak diapresiasi. Tentu, citra Lazio yang buruk bisa sedikit terhapus dengan adanya pertandingan diatas. Hal tersebut juga menjadi harapan Sergio Cragnotti kala itu.

Sedikit tambahan, Shalom Cup sebenarnya sudah digelar sejak tahun 2000. Laga persahabatan yang bertujuan untuk mendukung terciptanya perdamaian di tanah Arab. Saat itu sedang bergejolak konflik antara Israel dengan negara-negara Arab. Tiga klub bertemu satu sama lain dengan durasi 45 menit/pertandingan. Tiga klub yang berlaga saat itu adalah AS Roma, Beitar Jerusalem (Israel) dan Waquass (Jordania).

Secara sekilas, partisipasi antar negara menunjukkan bahwa Viareggio Cup merupakan ajang yang patut diperhitungkan. Mengingat, kompetisi reguler U-21 yang melibatkan klub di seluruh dunia jarang digelar. Kalaupun ada, turnamen tersebut sifatnya lebih ke ajang persahabatan dan tidak berlangsung secara tahunan. Kompetisi yang mempertemukan antar negara menjadi nilai plus bagi Viareggio Cup. Selain menjadi ajang pamer para talenta muda, Coppa Carnevale merupakan karnaval para pemuda dari antar negara dan saling bergandengan satu sama lain.

Menengok Kembali Lulusan dan Pemenang Viareggio Cup


Kurang lengkap rasanya apabila tidak membahas beberapa pemain top dari Italia yang sempat menjajal Viareggio Cup. Kita tahu bahwa Italia berhasil merebut Piala Dunia untuk ketiga kalinya di tahun 1982. Rata-rata skuad yang diusung oleh Italia saat itu merupakan jebolan turnamen Viareggio. Misalnya, Dino Zoff muda yang sempat menjajal Viareggio Cup bersama Udinese. Nama-nama lainnya seperti, Paolo Rossi, Franco Baresi, Fulvio Collovati, Gaetano Scirea, Giancarlo Antognoni, Ivano Bordon, Gabriele Oriali, Franco Causio, Bruno Conti serta Francesco Graziani. Lalu, Italia kembali meraih gelar keempat mereka di tahun 2006. Seakan-akan tuah Viareggio kembali melengkapi kesuksesan negeri Pizza tersebut. Skuad yang dibawa rata-rata pernah menikmati turnamen Viareggio Cup. Seperti, Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Gattusso, Del Piero, Totti, De Rossi, Luca Toni, Angelo Peruzzi, Nesta, Amelia, Inzaghi, Barone, Oddo, Perrotta, Zambrotta serta Andrea “the architect” Pirlo. Tuah Viareggio semakin terbukti, mengingat Marcelo Lippi berasal dari daerah tersebut.

Beberapa pemain lain patut disebutkan, biarpun mereka tidak pernah meraih gelar Piala Dunia. Namun setidaknya sempat merumput bersama timnas Italia. Misal beberapa pemain yang sudah gantung sepatu atau bahkan sudah tiada. Antara lain Giancinto Fachetti, sang kapten juara Euro Cup 1968 lalu Sandro Mazzola, Pierino Prati, Giancarlo De Sisti, Aldo Maldera atau Francesco Rocca. Untuk pemain yang besar di era 90an hingga 2000an, ada Roberto Mancini, Gianluca Vialli, Giuseppe Gianinni, Angelo Di Livio, Walter Zenga, Pagliuca, Panucci, Ferrara, Di Biaggio, Costacurta, Tacchinardi serta Paolo Maldini.

Generasi Viareggio Cup di era 2000an terus berkibar sampai sekarang. Kompetisi tersebut setidaknya berperan menghasilkan talenta-talenta Italia yang sampai detik ini masih kita lihat keahliannya mengolah bola. Siapa yang tidak mengenal si bengal Antonio Cassanno, lalu Alberto Aquilani, putra Roma yang rawan cedera, duo bek tangguh Chiellini dan Bonucci atau mungkin Morgan De Sanctics. Disamping itu, ada pula beberapa nama yang sampai sekarang masih berkesempatan untuk membela timnas Italia. Seperti, Marchisio, Candreva, Cerci, Florenzi, Insigne, Perin, El Shaarawy, Balotelli, Destro, Bertolacci, Immobile, Gabbiadini, Simone Zaza, Cristante, Romagnoli hingga si wonderkid, Domenico Berardi. Yak, mereka semua pernah mengenyam turnamen Viareggio Cup.

Apabila penjelasan diatas lebih fokus kepada pemain dari Italia. Kali ini, mari kita telusuri beberapa pemain non Italia yang pernah mengikuti Coppa Carnevale. Jadi, sebelum Gabriel Batistuta merumput bersama Fiorentina, ternyata legenda Fiorentina tersebut pernah “merasakan rumput” di Italia bersama Deportivo Italiano di tahun 1989. Di tanah Italia, dirinya berhasil mengemas tiga gol. Batistuta dkk tergabung di dalam grup B, satu grup dengan Milan, Napoli dan CSKA Sofia. Sayang, laju Deportivo Italiona terhenti di babak perempatfinal. Mereka kalah adu penalti dengan juara Coppa Carnevale 1989, yaitu Torino. 

Batistuta hanyalah satu diantara ratusan pemain non Italia yang pernah mendatangi Viareggio Cup. Nicolas Burdisso, Zalayeta, Edinson Cavani, Cafu, Marquinhos serta Icardi adalah beberapa nama dari Amerika Latin yang rela berlayar ke Italia demi berkompetisi di Viareggio Cup. Di kancah Eropa tentunya kita mengenal Gareth Southgate, P. Neville, West Brown, Owen Hargreaves, Andy Carroll, Philip Lahm, Bastian Schweinsteiger, Radja Nainggolan, Aubameyang, F. Djordjevic, Lukaku, Varane hingga Julian Draxler. Pemain-pemain tersebut pernah menghiasai Torneo di Viareggio ketika masih menggayuh ilmu di tim U-21.

Diatas diceritakan apabila di tahun 2009, Viareggio Cup mulai memberikan hadiah bagi pemain terbaik di kompetisi tersebut. Entahlah, bisa disebut sebagai kutukan atau tidak. Sejauh ini, sudah ada lima pemain yang memperoleh gelar Torneo di Viareggio Golden Boy. Diawali Guido Marilungo (2009), Ciro Immobile (2010), Simone Dell’Agnello (2011), Leonardo Spinazzola (2012), Bryan Cristante (2013) dan Alberto Cerri (2014). Akan tetapi, apabila dilihat sampai detik ini, karir mereka tidaklah fenomenal. Mengenai Simone Dell’Agnello serta Leonardo Spinazzola, saya tidak bisa memberi komentar. Namanya saja baru saya dengar sekarang. Sedang Guido Marilungo, gak asing sih, ya karena namanya kerap malang melintang gitu di game Football Manager. Ciro Immobile mungkin sempat bersinar ketika membela Torino dan berhasil menjadi capocannoniere Serie A musim kemarin. Namun, karirnya sekarang bisa dibilang malah anjlok. Atau mungkin masih perlu adaptasi bersama Borrusia Dortmund. Begitu juga dengan Cristante yang sampai detik ini masih ditunggu tuah “wonderkid”nya. Karir mudanya dihabiskan di akademi AC Milan, kemudian dilego ke Benfica dan sejauh ini baru memainkan empat laga. Terakhir, ada striker jangkung Alberto Cerri yang juga menyandang predikat wonderkid di Football Manager. Mungkin, masih terlalu hijau untuk membicarakan karirnya. Semoga saja karir buruk tidak menimpa Alberto Cerri serta para penerusnya.

Tahun 2015 merupakan gelaran Viareggio Cup ke 67. Itu berarti sudah ada 66 gelar yang diserahkan kepada sang juara tiap tahunnya. AC Milan boleh berbangga, selain mendapat kehormatan sebagai pemenang pertama kali Viareggio Cup. Klub yang bermarkas di Milanello tersebut juga menyandang predikat sebagai peraih trofi terbanyak. Total, sembilan gelar Viareggio Cup telah mereka raih. Keberhasilan di ajang Viareggio Cup bagi AC Milan dirasa cukup menggembirakan, sebab mereka sama sekali belum pernah merasakan gelar di kompetisi Campionato Nazionale Primavera. Sayang, di kompetisi yang ke 67 ini, mereka gagal mempertahankan gelar karena sudah tereliminasi sejak fase grup.

Di bawah AC Milan ada Juventus dan Fiorentiona, masing-masing mengoleksi delapan piala. Disusul Dukla Praha, Inter Milan serta Torino yang sudah meraih enam gelar. Lalu Sampdoria (4x), AS Roma (3x), Atalanta (2x), Genoa (2x) serta Vicenza (2x). Sisanya ada Anderlecht, Bari, Bologna, Bresica, Cesena, Empoli, Juventud de Las Piedras, Napoli, Partizan Belgrade dan Sparta Praha yang sejauh ini baru mendapatkan satu gelar Viareggio Cup. Partizan Belgarde menjadi tim pertama dari luar Italia yang berhasil menyabet piala. Di tahun 1951, kemenangan mereka atas Sampdoria mengakibatkan trofi Viareggio Cup harus singgah sebentar di Yugoslavia.

Sekali lagi, kita boleh berpendapat bahwa Viareggio Cup merupakan kompetisi U-21 yang prestisius. Tujuannya memang untuk pengembangan sepakbola. Namun, apabila Viareggio Cup kita ibaratkan sebagai sebuah bunga, kok kurang harum wanginya. Predikat kompetisi internasional memang layak disematkan. Namun, turnamen Coppa Carnevale rasanya kurang menggigit dan tidak terlalu kompetitif. Ketika melihat dominasi tim Italia memenangi kompetisi diatas. Sebaiknya, Viareggio Cup mengundang akademi-akademi yang notabene dicap berhasil. Disamping mengundang akademi kelas dua yang tujuannya untuk mengembangkan sepakbola dan memberikan mereka pengalaman. Kuota akademi dari Italia mungkin bisa dikurangi. Kita tunggu tahun depan, apakah Viareggio Cup berani mengajak dan mengumpulkan akademi sepakbola terbaik di dunia menjadi satu. Seperti, Barcelona, Southampton, West Ham, Manchester United, Santos, Gremio, Argentinos Junior, Benfica, Sporting CP, River Plate, Boca Juniors, Standard Leige, Mimosas, Feyenoord, Ajax, Dinamo Zagreb, Partizan Belgrade, Anderlecht dll.

Viareggio merupakan daerah yang bersejarah dalam sepakbola Italia. Di tempat itu, untuk pertama kalinya seorang hakim garis tewas karena tidak sengaja ditembak oleh polisi yang sedang berusaha menghentikan kerusuhan antar suporter yang turun ke lapangan. Selanjutnya, Viareggio menjadi tempat penting bagi FIGC. Digelar sebuah pertemuan petinggi-petinggi sepakbola Italia disana dan menghasilkan Viareggio Charter. Muncul kesepakatan, disetiap pertandingan hanya boleh ada satu pemain asing di lapangan. Selain itu, pertemuan tersebut juga menjadi awal babak baru (era) profesional sepakbola Italia.

Sebagai penutup, mari kita membuat prediksi, tim mana yang menjadi juara Viareggio Cup tahun ini. Sampai tulisan ini selesai dibuat, Coppa Carnevale sudah mencapai babak perempatfinal. Adapun hasilnya sebagai berikut : 1) AS Roma vs Atalanta (1-1*), 2) Inter Milan vs Pescara (3-1), 3) Spezia vs Fiorentina (0-3), 4) Verona vs Napoli (3-2 pen). Sedianya, babak semifinal akan digelar dua hari kemudian. Inter Milan masih menunggu hasil akhir antara Roma dan Atalanta. Sedangkan Fiorentina dipastikan melawan Verona. Karena saya fans AS Roma, ya jelas dong kalau menebak juara tahun ini adalah mereka. Forza Roma !