Musim
kemarin skuad asuhan Rudi Garcia meraih 85 poin dan berakhir di posisi kedua.
Lippi pernah berujar bahwa Roma berperan antagonis di kancah Serie A dan
menjadi saingan utama Juventus kala itu. Sebelumnya media – media memprediksi
bahwa Napoli lah yang mungkin mampu menempel ketat Juventus di musim kemarin.
Namun kenyataan berkata lain, rivalitas Juve dan Roma berlangsung sengit sampai
pekan – pekan akhir. Angka 105 membuktikan nyali Juventus atas kompetitornya. Tidak
wajar memang dengan raihan poin tersebut Roma tidak mampu merengkuh Scudetto. Sungguh
terlalu kau Nyonya Tua !
Baiklah,
lagi-lagi jagad sepakbola Italia dikejutkan dengan berita yang tidak terduga. Siapa
yang mengira timnas mereka gagal total di ajang Piala Dunia ? Lalu di minggu
kemarin siapa yang tidak heran dengan pengunduran diri Antonio Conte dari kursi
kepelatihan di Juventus. Bayangkan, tiga scudetto berturut-turut beliau
raih. Rekor baru sejak tahun 1933 dalam
sejarah Serie A. Andrea Agnelli sebagai pemilik Juventus patut bangga, karena
prestasi tersebut belum pernah diraih oleh ayahnya, bahkan kakeknya.
Ketika
tahu Conte mengundurkan diri, saya tertawa terbahak – bahak. Sebagai fans Roma
sayapun bertanya, “Apakah musim ini Roma ?” Conte memang kaliber, kata –
katanya tajam, baik kepada sesama pelatih atau pers Italia. Pelatih yang
berusia 44 tahun tersebut mampu memanfaatkan kedalaman skuadnya untuk menjadi
penguasa Italia. Di musim pertamanya melatih Juventus, dia berhasil meraih
scudetto tanpa satu kekalahan pun. Meminjam salah satu judul dramanya Henrik
Ibsen, julukan “An Enemy of People” memang patut disematkan didahi Antonio
Conte. Ciao Conte !
Sebaiknya
ekspektasi fans Roma tidak usah berlebihan. Finish tiga besar dan mampu lolos
ke babak perdelapan final Champions League sudah hasil yang baik menurut saya.
Maklum, sembari menunggu selesainya stadion yang baru, Roma harus mengamankan
finansial mereka. Ada kabar bahwa musim ini tanpa sponsor utama lagi. Musim
kemarin klub yang bermarkas di Trigoria tersebut memang terlihat superior. Tapi
perlu diingat, Roma tidak bermain di Eropa saat itu. Besar kemungkinan juga,
strategi Rudi Garcia sudah terbaca oleh lawan-lawannya di musim ini.
Namun
setelah Juventus mengangkat Allegri sebagai pelatih baru mereka, harapan Roma
untuk meraih Scudetto semakin tinggi. Wajar, sebab Allegri tidak disukai oleh
fans Juventus dan dianggap sebagai pelatih gagal. Allegri pernah
mempersembahkan gelar Scudetto untuk Milan di musim 2010/11. Namun makin lama
karirnya malah ambruk. Strategi Allegri dianggap tidak jelas. Lalu hubungannya
yang buruk dengan Pirlo juga menambah peliknya problem di tubuh Juventus
sekarang. Roma tidak bisa lagi mengelak.
Kita
juga boleh berandai – andai dengan penurunan kualitas skuad Nyonya Tua. Mereka memang
berhasil mendaratkan Morata di negeri Italia. Namun bagaimana dengan kabar
Vidal dan Pogba. Kunci permainan Juventus dikomandoi oleh Pirlo. Namun peran
Vidal dan Pogba termasuk sentral. Andai saja Pogba dan Vidal jadi dilego,
bagaimana nasib skuad yang sudah mumpuni tersebut. Mereka masih harus
beradaptasi dengan strategi yang baru. Lalu apabila membeli pemain untuk
menggantikan posisi Vidal atau Pogba, lagi – lagi Juventus harus merakit
kembali pesawat mereka. Allegri sendiri lebih dikenal dengan formasi yang
memakai empat bek. Juventus dibawah Conte kerap memakai tiga bek tengah dan dua
fullback. Apakah bisa ? Chiellini saja kelabakan ketika Italia memutuskan untuk
memakai dua bek tengah. Itulah beberapa faktor yang menganggap bahwa Roma mampu
mengangkat Scudetto di musim ini. Faktor yang justru muncul dari luar
lingkungan Roma. Beban berat berada dipundak Roma, mengingat mental dan tradisi
juara belum melekat di darah mereka.
Sejauh
ini melihat permainan Roma di bursa transfer, beberapa pemain yang mereka
rekrut sekedar pelapis belaka. Ada seorang kawan, sesama Romanista, Ucok
namanya. Dia heran kenapa Roma kok malah beli pemain tua dan gratisan. Kenapa
tidak beli striker yang top kayak Batistuta dulu. Aku mengamini pendapat Ucok
tersebut. Roma memang butuh striker yang hebat. Wajar, sebab Destro rawan
cedera sedangkan Ljajic masih angin-anginan. Boriello ? ah, mungkin dia
dipinjamkan lagi, gajinya juga sangat mencekik.
Setelah
melego Ashley Cole, Seydou Keita serta Urby Emanuellson, Roma semakin gencar
melancarkan serangannya di dunia transfer. Sisi tengah mereka perdalam dengan
mendatangkan Salih Ucan. Pemain yang dipinjam selama dua tahun dari Fenerbahce
(dengan opsi pembelian) tersebut memang berbakat. Gaya bermainnya mirip dengan
Pjanic, kreator permainan. Namun usianya terbilang muda, minim pengalaman di
liga besar.
Transfer
yang cukup mencengangkan adalah pembelian Juan Iturbe dari Verona. Roma harus
merogoh 22 juta euro untuk merekrut penyerang yang berusia 22 tahun tersebut. Iturbe
adalah tipe pemain yang disukai oleh Garcia. Gaya mainnya mirip dengan
Gervinho. Jago dribling, kencang larinya serta pandai memberikan umpan – umpan
yang manis. Besar kemungkinan pemain dari Argentina tersebut menjadi pilihan
utama Rudi Garcia di musim ini. Tapi lagi – lagi persoalan pengalaman. Iturbe
baru merumput di Serie A selama semusim. Selain itu, harganya yang mahal bisa
saja malah menjadi beban dipundaknya. Jangan sampai ada “Cassano kedua” ditubuh
Roma.
Beban
sebagai calon juara memang harus disandang Roma saat ini. Setidaknya, sampai
detik ini kita boleh menganggap seperti itu. Toh, daya gedor Juventus mesti
akan ditambah dan kita belum tahu sejauh apa kedalaman skuad mereka. Bahkan
akhir – akhir ini ada kabar bahwa Juve siap membeli Shaqiri, notabene salah satu
incaran AS Roma juga. Problem yang ada ditubuh Roma juga harus segera
diselesaikan. Seharusnya Garcia sudah berani untuk membangku cadangkan Totti.
Ketergantungan Roma terhadap Il Principe masih sangat tinggi. Sebenarnya Roma
juga mempunyai Pjanic yang mampu menjadi kreator. Kelebihan Totti dalam hal
teknik masih bisa dimanfaatkan untuk mendidik Ucan atau Leandro Paredes. Soal
ban kapten, De Rossi lebih pantas memakainya ketimbang Totti. Sudah cukup lama
kita memuja –muja sang Prima Punta dan perangainya yang buruk membuat saya
sedikit kurang respek.
Nasib
Benatia kedepan juga masih simpang siur. Entah apakah pemain Maroko tersebut
masih mutung karena gajinya tidak urung dinaikkan. Begitu pula dengan Gervinho
yang masih merengek – rengek mengenai gaji. Kabar baru, Destro, Florenzi serta
Maicon juga akan dinaikkan bayarannya. Semestinya mereka mesti berkaca dengan
pengalaman yang dialami Tommassi. Karena didera cedera panjang, pemain kribo
tersebut pernah meminta gaji yang nominalnya sama dengan tim Primavera.
Di
musim kemarin, sedikit demi sedikit, Rudi Garcia menanamkan mental untuk selalu
menang di tiap pertandingan. Wajar, di awal musim kemarin dengan streak
kemenangan berturut – turut membuat Roma sebagai tim yang patut disegani.
Mereka berada diatas angin saat itu, sedang naik daun. Entah karena terbuai
pujian, tekanan untuk menjadi juara atau beberapa pemain dirundung cedera,
akhirnya Juventus berhasil menduduki capolista hingga akhir musim. Roma belum
siap juara di musim kemarin, itu benar karena perkara mental, medioker. Aku
pikir sekarang mereka sudah berubah.
Ingat,
di musim 2000/01, Roma juga berada dibawah tekanan. Karena Lazio berhasil juara
dimusim sebelumnya. Kondisi tersebut mungkin sama dengan sekarang. Siap atau
tidak, sekaranglah waktu yang tepat untukmu Roma. Inilah saatnya Roma.
Trivia
:
- Januari kemarin, Adriano Galliani berujar bahwa Radja Nainggolan akan melabuh di Roma. Perkiraan tadi terbukti menjadi kenyataan. Lalu saat bursa transfer musim ini dibuka, Galliani juga mempredikisi kalau Iturbe mungkin merapat ke Trigoria. Lagi – lagi pernyataan pria gemuk dan gundul tersebut benar. Padahal dua pemain tersebut menjadi salah satu sasaran AC Milan. Siapa lagi Galliani ?
- Rudi Voeller termasuk salah satu mantan pemain yang pernah melatih Roma. Selain Voeller ada Vincenzo Montella, Bruno Conti, Fabio Capello, Carlo Mazzone, Fulvio Bernardini dll. Belum lama ini beliau masuk jajaran Hall of Fame AS Roma 2014 bersama Ghiggia, Ancelotti dan Candela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar