"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Selasa, 17 Maret 2015

Menanti Laga Pamungkas Copa Del Rey 2015


Dua gol yang dicetak oleh Aduriz dan Etxeita ke gawang Espanyol berhasil mengantarkan Athletic Bilbao melaju ke final Piala Raja Spanyol. Klub yang bernama resmi Athletic Club tersebut berhak lolos dengan agregat 3-1 atas Espanyol. Tropi Copa Del Rey merupakan target paling realitis bagi Los Leones. Apalagi setelah mereka terlempar dari fase 32 besar UEFA Europe League. Mereka juga memastikan bonus tiket otomotis berlaga di Europe League musim depan. Sebab, musuh mereka di final besok adalah Barcelona. Sejauh ini, Barcelona masih memimpin klasemen La Liga, sedangkan Athletic Bilbao berada di peringkat delapan. Menang atau kalah, jatah Europe League sudah dikunci oleh anak asuh Ernesto Valverde. Teramat mustahil, Barcelona terlempar dari empat slot kursi Liga Champions yang dimiliki kompetisi La Liga. Apalagi bagi klub sebesar Barcelona, tampil di ajang kelas dua macam Europe League merupakan takdir yang memalukan.

Kekalahan Espanyol tentu mengubur penantian panjang masing-masing suporter yang ingin menyaksikan Derby Catalonia di laga pamungkas tersebut. Maklum, terakhir kali Espanyol dan Barcelona bertemu di laga pamungkas Copa Del Rey terjadi sekitar 58 tahun yang lalu.  Akan tetapi, kesuksesan Athletic Bilbao dan Barcelona melaju ke final juga dianggap sebagai momentum penting bagi kedua kubu. Terhitung sudah sembilan kali mereka bertemu di laga pamungkas Copa del Rey. Di sisi lain, final tersebut seakan mengingatkan peristiwa 20 tahun yang lalu. Ketika Athletic Bilbao berhasil menjungkalkan Maradona dkk di Stadion Santiago Bernabeu, bahkan diakhiri dengan perkelahian antar pemain. Kala itu, rivalitas antara Athletic Club dengan Barcelona sedang memanas.
Disatu sisi, laga final yang mempertemukan Barcelona dan Bilbao ini membuat pening federasi sepakbola Spanyol. Sebab, laga final tersebut diyakini kental dengan nuansa politik. Ya, Barcelona kerap dianggap sebagai representasi bangsa Catalan. Sedang Athletic Bilbao mewakili entitas Basque. Kedua bangsa tersebut masih berusaha untuk melepaskan diri dari pemerintahan Spanyol. Lalu, sejauh apa peranan Barcelona dan Athletic Club mewarnai percaturan konflik politik di Spanyol ? Terutama terkait dengan tuntutan kemerdekaan yang terus dilontarkan oleh masyarakat Catalan dan Basque sendiri.

Konflik kedua daerah dengan pemerintah pusat sudah terjadi sejak lama. Terutama disaat meletusnya Perang Sipil Spanyol pada tahun 1936-1939. Perang saudara di Spanyol yang kerap diartikan sebagai gladi resik Perang Dunia II tersebut melibatkan dua kubu, yaitu Republikan dan Nasionalis. Sebab, beberapa negara yang kelak bertarung di jagad Perang Dunia II turut membantu kedua kubu diatas. Misalnya, Italia dan Jerman yang mendukung front Nasionalis. Bahkan, oleh Jenderal Franco, mereka “dihadiahi” sebuah daerah di Basque Country, yaitu Guernica untuk menjajal bom atom. Sedangkan Inggris, Amerika Serikat, Mexico, Uni Sovyet menjadi sekutu blok Republikan. Uniknya, beberapa intelektual serta seniman asing turut mendukung kaum Republikan. Semisal, Ernest Hemingway, Pablo Piccasso, Robert Capa, Leon Trotsky dan George Orwell.

Daerah Catalan dan Basque sendiri didominasi oleh kaum sosialis, komunis dan anarkis. Mereka membela kubu Republikan yang sempat memimpin pemerintahan setelah berhasil menjungkalkan kekuasaan monarki di Spanyol. Kala itu faksi Republikan jengah dengan tindakan otoriter kerajaan Spanyol yang didukung oleh otoritas gereja serta tuan tanah. Pungutan pajak yang teramat tinggi membuat kubu Republikan melakukan kudeta. Mereka juga didukung oleh kaum buruh yang menuntut upah lebih tinggi. Setelah itu kaum Republikan berhasil menguasai pemerintahan Spanyol. Namun pemerintahan mereka mendapatkan tentangan dari kaum Nasionalis yang dipimpin Jenderal Franco. Mereka tetap menginginkan adanya campur tangan pihak kerajaan di tubuh Spanyol. Pada akhirnya Madrid jatuh ditangan Nasionalis.

Setelah itu tampuk kekuasaan berpindah ke kubu Nasionalis yang disokong oleh Falange, partai berpaham fasis. Jenderal Franco lalu dinobatkan sebagai Perdana Menteri Spanyol. Selama pemerintahan fasisme Franco, Catalan dan Basque dibungkam. Mereka dilarang berbincang-bicang dengan bahasa Basque atau Catalan. Pemerintah Spanyol mewajibkan sekolah-sekolah yang berada di kedua wilayah tersebut mengajarkan bahasa Spanyol. Di jalanan, bendera Catalan dan Basque tidak boleh dikibarkan. Apabila ada yang berani melanggar peraturan tersebut, jawabannya hanya ditangkap lalu dibunuh. Biarpun, ada pengecualian ketika warga Basque menggelar txoxo. Yaitu, acara masak bersama sembari bercakap-cakap membincangkan makanan dengan bahasa Basque dan secara khusus hanya dikuti oleh kaum laki-laki. Akan tetapi, secara keseluruhan pemerintahan Franco melarang pemakaian simbol Catalan dan Basque disegala lini. Namun, ada satu tempat yang tidak bisa dikontrol oleh Jenderal Franco, yaitu stadion sepakbola. Masyarakat Basque dan Catalan bebas berbicara dengan bahasanya masing-masing di tempat itu. Di stadion, mereka berduyun-duyun menampakkan simbol-simbol yang berhubungan dengan kedua bangsa tersebut. Di tempat itu, masyarakat Basque dan Catalan merayakan rasa sukacitanya.


Sampai detik ini, sebagian besar masyarakat Catalan menganggap bahwa mereka bukanlah warga Spanyol. Biarpun tetap ada segelintir pihak yang menginginkan agar Catalonia menjadi bagian dari negara Spanyol. Konflik yang mendera Catalonia dengan pemerintah pusat sebenarnya disebabkan oleh problem yang menyangkut masalah identitas, politik dan ekonomi. Faktor-faktor tersebut juga menjadi alasan utama kenapa Euskadi (Basque Country) ingin melepaskan diri dari Spanyol dan Prancis.

Sebelumnya, Barcelona dan Athletic Club sempat bertemu di final Copa Del Rey 2009 dan 2012. Kedua laga tersebut diwarnai insiden menarik, disaat lagu nasional Spanyol didengungkan. Dua kali bertemu di final, baik suporter Blaugrana maupun Los Leones malah menyoraki lagu kebangsaan tersebut. Mereka bahkan membawa peluit untuk menimbulkan suara berisik disaat lagu kebangsaan Spanyol dinyanyikan. Mereka “menghina” lagu kebangsaan masyarakat Spanyol, sebuah kamera sempat menangkap beberapa suporter yang mengacungkan jari tengahnya. Padahal pertandingan tadi dihadiri oleh Raja Spanyol dan beberapa pejabat pemerintahan. Ketika final Piala Raja Spanyol tahun 2009, panitia sudah mengantisipasi adanya insiden tersebut dengan memasang sound sebesar 100.000 watt. Namun, tetap saja sorak sorai yang diluapkan masing-masing pendukung tetap bergema di Stadion Mestalla, Valencia.



Bahkan di final Copa Del Rey 2012, kapten Barcelona yaitu Carlos Puyol serta Xavi Hernandez merayakan kegembiraannya dengan mengibarkan bendera Senyera dan Ikkurina. Senyera merupakan bendera kebangsaan Catalan, sedang Ikkurina milik Basque. Selain itu, kedua klub tersebut paling kerap menunjukkan simbol Catalan atau Basque di setiap pertandingan dibandingkan klub sekota yang lain. Misalnya, di laga Espanyol kontra Athletic Bilbao kemarin. Pendukung Espanyol lebih memilih membawa bendera nasional Spanyol daripada bendera masyarakat Catalan, baik Senyera ataupun Estelada.


Sampai detik ini, federasi sepakbola Spanyol belum memastikan dimana laga final akan digelar. Sebelumnya, mereka sempat memutuskan untuk memakai stadion Santiago Bernabeu. Sayang, presiden Real Madrid menolak keputusan tersebut. Ia berkilah bahwa pada bulan Mei, mereka berencana memperbaiki toilet stadion. Pernyataan tersebut keluar setelah Barcelona dan Athletic Club dipastikan melaju ke final Copa del Rey. Media pun berspekulasi bahwa keputusan Florentino Perez diatas sebagai bentuk larangan atau antisipasi supaya Barcelona tidak merayakan kemenangannya di tanah suci sang rival. Disamping kemungkinan timbulnya protes yang dilancarkan oleh masing-masing pendukung. Perlu diingat, pada bulan November kemarin, Catalonia sempat mengajukan referendum. Namun, pemerintah Spanyol menunda usulan tersebut.

Jauh-jauh hari, federasi sepakbola Spanyol sudah menyiapkan plan B untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut. Opsi terdekat adalah Stadion Vicente Calderon. Akan tetapi, pada minggu yang sama jelang laga final, stadion milik Atletico Madrid tersebut menggelar konser band AC/DC. Stadion Ramon Sanchez-Pizjuan kepunyaan Sevilla juga dijadikan pilihan lain. Problemnya adalah suporter Athletic Club harus menempuh jarak sekitar 1000 km. Stadion lain yang paling fleksibel adalah Mestalla milik Valencia. Sayangnya stadion lawas tersebut kapasitasnya hanya sekitar 55.000.

Bagi anak asuh Luis Enrique, laga final di Santiago Bernabeau dianggap paling ideal. Bayangkan, apabila Barcelona merayakan kemenangannya di tanah Madrid. Mereka akan menginjak-injak kedigdayaan Real Madrid dan meludahi seluruh simbol yang terpampang. Selain itu, kapasitas stadion yang mampu menampung 81.044 penonton juga menjadi keuntungan apabila dilihat dari segi finansial. Kedua kubu sudah memastikan akan membawa ribuan massa di ajang final, setidaknya masing-masing klub akan membawa 40.000 pendukungnya ke Madrid. Kedatangan kedua suporter juga bisa diartikan secara simbolik. Seolah-olah masyarakat Catalan dan Basque “menyerang” kota Madrid sambil meneriakkan “independencia, independencia !” Akan tetapi penolakan Real Madrid bisa kita anggap sebagai keputusan yang wajar. Sebagai warga Spanyol, tentu mereka akan naik pitam apabila mendengar atau melihat simbol negara dan lagu kebangsaan mereka dihina oleh masyarakat Catalan dan Basque.

Barcelona dan Athletic Club kerap dianggap sebagai klub klasik di Spanyol. Rivalitas antara Barcelona dan Athletic Bilbao sempat memanas pada medio 80an. Bersama Real Madrid, mereka belum pernah terdegradasi ke Segunda Division. Sejauh ini, Barcelona mengoleksi 26 gelar Piala Raja Spanyol dari 36 laga final yang pernah mereka jalani. Sedangkan Athletic Club sudah merasakan final sebanyak 26 kali dan membawa pulang tropi Copa del Rey sebanyak 23 gelar.

Disisi lain, pembinaan akademi mereka termasuk kategori jempolan di Spanyol. Nama La Masia sudah dikenal sebagai gudangnya pemain-pemain kaliber. Sedang La Lezema milik Athletic Club juga lumayan disegani sebagai pabrik yang konsisten menelurkan pemain berdarah Basque. Mungkin, nama-nama pemain Athletic Club tidak sehebat didikan La Masia. Pengembangan akademi pemain jelas menjadi fokus utama Los Leones. Sebab, klub yang bermarkas di San Mames tersebut menerapkan kebijakan khusus dalam segi transfer pemain. Sampai detik ini mereka hanya merekrut pemain keturunan Basque. Aturan tersebut sebenarnya sempat diterapkan oleh rival mereka, yaitu Real Sociedad. Namun di tahun 1989, mereka mulai merekrut pemain non Basque karena aturan tadi dirasakan memberatkan klub. Kebijakan tersebut sebenarnya menguntungkan dari sisi finansial. Sebab klub lebih leluasa memanfaatkan jasa pemain dari akademi mereka. Akan tetapi, acuan “pemain keturunan Basque” yang diterapkan oleh Athletic Club juga banyak diperdebatkan oleh beberapa pengamat. Mengenai rincian kebijakan tersebut akan dibahas dilain waktu.
Kebijakan transfer yang dipakai oleh Athletic Club tersebut secara simbolik menyatakan rasa cinta mereka terhadap suku Basque. Disamping itu, Athletic Club juga dikenal dekat PNV (Partido Nationalista Vasco/Basque Nationalist Pary), salah satu partai besar di Basque Country. Beberapa anggota PNV menduduki posisi penting di struktur organisasi Athletic Bilbao. Di sisi lain, Barcelona memang tidak menerapkan aturan khusus untuk memakai pemain Catalan di timnya. Akan tetapi, pemain berdarah Catalan selalu menghiasi skuad Barcelona. Untuk musim ini kita bisa menyebut nama-nama seperti Xavi Hernandez, Pique, Busquet ataupun Martin Montoya. Semboyan milik Barcelona, yaitu “Mes que un club” (Something more than a club) juga mengartikan bahwa mereka bukanlah sekedar klub sepakbola. Representasi Catalan sangat melekat di dalam tubuh Barcelona.

Federasi sepakbola Spanyol berjanji akan memastikan venue final Copa del Rey pada tanggal 25 Maret. Belum lama, Javier Tebas selaku presiden La Liga, melontarkan gertakan kepada pendukung Barcelona dan Athletic Bilbao. Dirinya mengancam akan menghentikan laga final apabila masing-masing suporter bersiul ketika lagu kebangsaan Spanyol dinyanyikan. Biarpun laga final besok sarat akan unsur politis. Kita pun bisa menampiknya dengan pendapat yang cukup ironis. Kita tahu bahwa laga tersebut ibarat sebuah hadiah dari seorang raja untuk rakyatnya. Pertanyaannya, kenapa Barcelona dan Athletic Bilbao berambisi untuk meraihnya ? Mengingat, masa lalu Catalonia dan Basque pernah dilumuri darah, akibat kebencian mereka terhadap seorang raja. Esperanza Aguirre, seorang politikus senior di Spanyol sempat menyampaikan kritikannya di koran El Mundo. Klub yang “membenci” Spanyol seharusnya tidak boleh berpartisipasi di ajang Copa del Rey selama-lamanya. Apakah Real Madrid sudi menyewakan stadionnya sehari saja demi keberlangsungan final Piala Raja Spanyol besok ? Ataukah, fans Barcelona dan Athletic Club harus melawat ke Valencia ? Baiklah, kita nantikan saja laga yang akan digelar pada 31 Mei besok.