“Who will fight
with me? Who will fight with me? Will you fight for me? Will you fight for me?”
(Ancient Rome The Rise and Fall of an Empire : Caesar | BBC )
Siapakah
yang akan menjadi bangkai di hari Minggu besok ? pertanyaan tersebut agaknya
tepat untuk dilayangkan kepada tifosi Lazio dan AS Roma. Sejarah akan mencatat
rekor baru, dimana Serie A 2013/14 akan mempertontonkan lima derbi (derbi satu
kota) dalam satu musim. Derby Della Capitale patut berbangga, karena mereka
menjadi bagian dari kelima derbi yang lain. Sisanya, Derby Della Mole (Juventus
vs Torino), Derby Della Madonina/Derby Milano (AC Milan vs Inter Milan), Derby
Della Lanterna (Sampdoria vs Genoa) dan Derby Verona (Chievo vs Verona).
Beberapa
media ada yang mengatakan kalau Derby Della Capitale merupakan derby paling
panas dibanding derby-derby lain di Italia. The Rome Derby lebih ganas dan
sarat emosi dibanding Derby Della Madoninna atau Derby Della Mole bahkan Derby
Italia. Harga diri menjadi taruhannya, serta siapa yang layak mengibarkan
bendera diseantero kota Roma.
Faktanya,
persaingan sengit kedua klub tersebut dimulai sejak tahun 1927. Perlu diingat, Giallorossi
adalah gabungan dari tiga klub di Roma pada saat itu. Yaitu Pro Roma (1911), FBC
Roma (1899) dan Alba Audace (1907). Secara resmi, AS Roma baru terbentuk pada
tahun 1927. Penggabungan alias merger tiga klub kota Roma tersebut digagas oleh
diktator Italia kala itu, yaitu Benito Musollini. Dimana Musollini merasa
jengah atas dominasi klub Italia Utara di jagad sepakbola Italia. Uniknya,
Lazio merupakan satu-satunya klub kota Roma yang menolak merger tersebut, Lazio
sendiri lahir pada tahun 1900.
Sejauh
ini, Lazio menganggap bahwa merekalah klub pertama di kota Roma, mengingat AS
Roma baru muncul 27 tahun kemudian. Merekalah yang pantas mendapatkan gelar
kaisar Roma. Nah, AS Roma pun menghujat Aquile. Bagi mereka, pendukung adalah
orang luar/outsider di kota Roma. Lazio adalah sekumpulan petani dari pedesaan.
Selain itu, warna biru langit serta lambang burung elang sama sekali tidak
menunjukkan ciri khas dari sebuah kota Roma. Warna biru langit milik Lazio
justru menunjukkan tipikal dari bendera Yunani. Sedangkan elang adalah hewan
sakral milik Dewa Jupiter.
Apabila mengacu dari mitologi Romulus dan Remus,
serigala menjadi peranan penting dalam sejarah kota Roma. Warna merah mewakili
Vatikan, sedang warna kuning mengadopsi warna kebanggaan kekaisaran Romawi. Selain
itu, serigala juga kerap dihubungkan dengan Mars (dewa perang), ayah dari dua
bayi kembar yang lahir dari rahim Rhea Silvia.
Akan
tetapi, seekor elang juga merupakan simbol penting disaat kekaisaran Romawi
mengalami masa kejayaan. Entahlah, elang ataupun serigala. Pastinya, di setiap
tahun mereka selalu bertemu, siapa yang tercabik, lalu dikencingi.
Disisi
lain, Lazio juga berpendapat bahwa para fans AS Roma adalah para turis
(pendatang dan keturunan imigran) dari daerah selatan nan jauh. Sekedar
tambahan, para pendukung Lazio kebanyakan berasal dari utara kota Roma yang
kaya serta berhaluan politik sayap kanan. Sedang tifosi AS Roma didominasi oleh
masyarakat kelas menengah (kaum proletar) berpaham politik sayap kiri.
Mayoritas berasal dari selatan kota Roma. Tempat mereka di stadion Olimpico pun
berbeda, Lazio menghuni Curva Nord, sedang AS Roma di Curva Sud.
Berbagai
kerusuhan, penghinaan, hujatan serta banner rasis kerap kali muncul di saat
berlangsung Derby Della Capitale. Salah satu pemain favorit Lazio, yaitu Paolo
Di Canio adalah pemain yang kerap memberikan salam fasis dihadapan
pendukungnya. Di tahun 2001, sempat terbentang sebuah banner bernada fasis dan
rasis yang ditujukan untuk AS Roma. Banner tersebut menghujat AS Roma, mereka
lahir dari ras kulit hitam serta sekelompok masyarakat Yahudi. Rentangan banner
tersebut merupakan respon dari Laziale yang sebelumnya sempat dihina oleh suporter
AS Roma. Romanisti pernah memajang sebuah banner yang menyatakan bahwa Lazio
adalah kambing dan pendukungnya merupakan sekumpulan para penggembala. Sejauh
ini pendukung Lazio memang identik dengan simbol-simbol bernada fasis, mereka juga
sering memajang lambang swastika. Di musim 98-99, Laziale pernah membuat banner
dengan panjang sekitar 50 m yang berbunyi "Auschwitz is your town, the
ovens are your houses”
Permusuhan
dua klub yang sarat emosi tersebut pun sampai memakan korban, dimana suporter
Lazio tewas pada saat derby berlangsung. Di tahun 1979, salah seorang fans
Lazio, Vicenzo Paparelli tewas setelah matanya terkena serangan roket jarak
jauh. Kematian tersebut menjadi noda hitam persepakbolaan Italia, seorang
suporter tewas di stadion. Selanjutnya, pada tahun 2004, pertandingan AS Roma
vs Lazio sempat dihentikan oleh suporter AS Roma. Dimana tiga orang dedengkot
ultras AS Roma turun ke lapangan dan meminta Fransesco Totti untuk menghentikan
pertandingan. Pertandingan tersebut diselimuti rumor adanya kematian seorang
anak kecil di luar Olimpico, karena tertabrak mobil polisi. Derby kota Roma akhirnya
dihentikan, setelah wasit Roberto Rosetti menelpon Adriano Galliani selaku
presiden FIGC. Ada indikasi yang sebenarnya terjadi diluar lapangan adalah
keributan suporter AS Roma dengan para polisi. Kerusuhan tersebut mengakibatkan
170 orang terluka dan 13 orang ditahan akibat peristiwa memalukan tadi. Di tahun
2009, pertandingan sempat dihentikan selama 13 menit karena luncuran kembang
api ke dalam lapangan yang menyebabkan mata pedih.
Sejauh
ini Derby Capitolino sudah berlangsung 172 kali. AS Roma berhasil meraih
kemenangan sebanyak 63 kali dibanding Lazio yang baru mengoleksi 48 kemenangan.
Sisanya kedua klub tersebut berbagi 61 kali hasil imbang. Derby Roma pertama
kali berlangsung pada 8 Desember 1929 di stadion Campo Rondinella. 1-0 untuk AS
Roma, gol tersebut dicetak oleh Rodolfo Folk. Kemenangan Lazio yang pertama
terjadi pada tanggal 23 Oktober 1932, 2-1 untuk mereka. Gol dari Lazio dicetak
oleh DemarĂa dan Castelli. Kemenangan terbaik untuk AS Roma terjadi pada musim
1933-1934, mereka menang 5-0 atas Lazio. Kelima gol tadi dicetak oleh Tomasi (3
gol) dan Bernardini (2 gol). Sedang hasil terbaik bagi Lazio terjadi pada tahun
2006-2007, mereka berhasil membungkam AS
Roma dengan skor 3-0. Ketiga gol tadi dicetak oleh Ledesma, Oddo dan Mutarelli.
Di musim 1997-98 ada peristiwa unik bagi Lazio. Mereka meraih empat kali
kemenangan Derby Roma dalam satu musim. Mereka menang 3-1 dan 2-0 di kompetisi
Serie A. Serta dua kemenangan lagi di perempat final Coppa Italia dengan skor
4-1 dan 2-1.
Mungkin
agak dibuat-dibuat, tapi fakta membenarkan bahwa haram hukumnya, AS Roma
memakai jasa (membeli) pemain yang pernah berbaju Lazio ataupun sebaliknya.
Ketika Pazzini pindah ke Milan, atau Ogbona bermain untuk Juventus, hal
tersebut tidak menjadi problem bagi mereka. Beberapa pemain yang pernahberseragam Lazio dan AS Roma antara lain, Sinisa Mihajlovic, Roberto Muzzi,Diego Fuser, Luigi Di Baggio, Lionello Manfredonia dll. Entah patut
berbangga atau tidak, fakta unik lainnya adalah, Arne Selmosson merupakan pemain
yang pernah mencetak gol baik saat membela Lazio atau AS Roma.
"Much
more than just a game", itulah kata yang tepat untuk menyebut Derby Della
Capitale. Tomasso Rochi juga berujar, bagi mereka Roma adalah Lazio, biarpun
warna kota Roma dipakai oleh Il Lupi. Bagi fans Lazio ataupun AS Roma, menang dalam
Derby Della Capitale itu lebih indah dan bergengsi daripada meraih Scudetto. Fransesco
Totti dan legenda AS Roma, Giacomo Losi juga mengamini pendapat tersebut.
Mereka bukan sekadar pemain, tetapi suporter bagi AS Roma. Roman adalah simbol
bagi kedua klub. Bagi para Laziale, Paolo Di Canio adalah icon dan menginspirasi
mereka, Di Canio adalah Lazio. Kebencian yang mengitari laga tersebut bisa kita
nikmati dalam dokumenter yang dibuat oleh Football Rivalries. Kalau
boleh bermimpi, entah tahun berapa, saya ingin melihat Montella melatih Roma lagi
dan Di Canio menukangi Lazio. Lalu mereka berdua bertemu dalam Derby Della
Capitale, Montella yang kalem melawan Di Canio yang agresif. It's very
beautiful. Forza Roma !
Kita
tahu, benteng terbesar di Italia adalah seorang nyonya yang mampu mengoleksi
emas begitu banyak. Tahun kemarin nyonya tersebut berhasil mendulang emas
kembali. Musim yang panjang nan terjal harus dilewati seekor serigala. Serigala
pincang, iya serigala ompong. Secara tragis, mereka gagal menambang sebongkah
perak. Serigala tadi terlihat sangat kelelahan, matanya nanar, menonton seekor
elang terbang dengan gemilang dihiasi cincin perak dijarinya. Serigala pincang
tadi dianggap wafat. Sebuah pemakaman diadakan untuk menghormatinya.
Ironis, ribuan tangis palsu mengiringi jasadnya. Serigala mungkin hanya mati
suri. Mereka mencoba untuk bangkit, mencakar dan mencabik-cabik seekor elang.
Mencoba menancapkan kembali bendera kuning dan merah diatas kota abadi.
“Are
you ready for a war ?” (William Wallace | Braveheart)