"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Selasa, 07 Oktober 2014

Sebuah Pembelaan atas Kekalahan Terakhir

“We were here. We are here. We'll always be here. In victory or defeat, never slaves to the result”


Ketika Mattia Destro masuk menggantikan Totti, skor masih 2-2. Pada menit tersebut, kedua kubu masih berbagi hasil sesuai dengan nomor punggung yang dipakai Destro. Berikutnya Roma melakukan pergantin yang terakhir, Pjanic out, Paredes in. Nampaknya Roma ingin mengakhiri pertandingan dengan hasil imbang. Terlihat dari permainan mereka yang mengutamakan ball possesion dan sedikit melakukan penetrasi di lini pertahananan Juventus. Sayang, tendangan kelas Bonucci membuyarkan impian mereka. Skor 3-2 untuk Juventus, nomor punggung Leandro Paredes membawa tuah untuk La Vechia Signora.

“A cool head…this game really does hurt Italian football,” (Rudi Garcia)
Kalimat diatas mungkin tidak akan dikicaukan Rudi Garcia lewat akun twitternya, apabila pertandingan berjalan dengan adil. Iya, adil bung. Tapi, siapapun tidak dapat mengelak atas keputusan wasit di lapangan. Meskipun seorang Buffon, Pirlo ataupun Totti adalah seorang juara dunia, mereka tetap kalah telak atas kuasa seorang wasit.

Juventus kontra AS Roma merupakan satu dari sekian big match pada pekan kemarin. Di pulau Inggris, disuguhkan Chelsea vs Arsenal. Kota Madrid harus siap menampung para suporter dari tanah pemberontak, Athletic Bilbao. Di ujung sana, ada laga super panas, hujan pun tak mampu menyurutkan tensi Super Clasico kemarin. Lalu, adu taktik antara Vicenzo Montella melawan Mazzarri juga menghiasi kancah sepakbola di negeri Pizza.

Maaf Roma, hidupmu sudah dangdut..
Pertandingan di Juventus Stadium kemarin memang berlangsung atraktif dan panas. Masing – masing kubu terus berjuang demi meraih tiga poin. Roma yang tidak diperkuat beberapa punggawa utama mereka, terus-terusan digempur oleh pasukan berseragam hitam putih. Panasnya laga dimulai ketika tendangan bebas Pirlo mengenai tangan Maicon. Rocchi selaku wasit utama memutuskan untuk menghadiahi lagi sebuah tendangan bebas. Namun, pemain Juventus melakukan protes, mereka beranggapan bahwa posisi Maicon berada di kotak penalti. Ketika kericuhan berlangsung, Rocchi terlihat melakukan komunikasi dengan asisten wasit. Keputusan tiba – tiba diubah, Rocchi memberikan penalti untuk Juventus. Tevez selaku algojo berhasil mengeksekusinya dengan baik. Pertanyaannya, kenapa Rocchi mengubah keputusan pertamanya ? Siapa yang mempengaruhinya ? Jadi amatlah wajar apabila Roma sedikit menyangsikan ketegasan Rocchi saat itu, terutama Rudi Garcia.

Malam itu wasit meminta Rudi Garcia untuk meninggalkan lapangan. Persoalannya karena bahasa tubuh yang diperagakan mantan pelatih Lille tersebut. Garcia sempat menunjukkan gerakan sedang bermain violin. Alasannya tentu merujuk pada hadiah penalti yang diberikan Rocchi untuk skuad Allegri. Entah apa maksud Garcia dengan gaya tersebut, dirinya juga tidak menjawab ketika konferensi pers. Sampai detik ini, hanya dia sendiri yang tahu. Biarpun beberapa analisa mengenai “imajinasi permainan violin ala Garcia” sempat muncul. Sayang memang, “permainan violin” Rudi Garcia yang “sedih”, tidak seperti racikan komposer kondang Italia, Ennio Morricone. Kontras dengan keceriaannya ketika memetik gitar dan bersenandung “Porompopero”.

Drama terus ditunjukkan pada pertandingan tersebut, kali ini Francesco Totti aktornya. Lagi – lagi berawal dari sebuah tendangan bebas. Tendangan Pjanic memang tidak menembus gawang, namun sang Pangeran Roma dilanggar oleh Lichsteiner dari belakang. Kartu kuning untuk Lichsteiner dan penalti untuk Roma. Beruntung, Totti mampu membobol gawang Buffon setelah sekian lama gawangnya bersih dikancah domestik. Sayang, Il Principe harus menerima kartu kuning, ia sempat melakukan selebrasi di hadapan fans Juve. Entah kenapa wasit memberikan kartu untuknya, mungkin karena selebrasinya terlalu berlebihan.

Kedua kubu terus berusaha mencari peluang untuk menghasilkan gol. Terlalu banyak ruang di lini belakang Roma dan mereka kerap kecolongan. Pogba seringkali lepas dari penjagaan dan memberikan umpan silang yang berbahaya. Pada menit ke 44, Roma berhasil mengungguli Juventus. Pergerakan Gervinho yang gesit lalu memberikan umpan kepada Iturbe. Pemain asal Argentina tersebut berhasil lepas dari jebakan offside, bola disambut dan diceploskan lewat kaki kirinya. Tidak lama selepas gol kedua terjadi, Roma melakukan serangan balik. Gervinho menyisir sisi kiri lapangan dan berhasil mengecoh Caceres. Sayang, tendangannya masih melebar.

Bencana kembali menimpa Manolas dkk. Pogba yang lepas dari penjagaan berhasil menerima bola. Pjanic melakukan tackling tepat di luar area penalti. Keputusan kontroversial kembali keluar, penalti untuk Juventus di menit 46. Padahal tambahan waktu yang diberikan hanyalah satu menit. Seydou Keita terlihat tidak percaya atas keputusan Rocchi. Pemain Roma tidak terima, mereka menghampiri tukang adil dan mempertanyakan keputusan tersebut. Sekali lagi, wasit lah yang berkuasa di lapangan hijau. Penalti untuk Juventus tetap ditiupkan dan Tevez kembali mencetak gol keduanya.

Setelah turun minum, permainan berlangsung lambat. Permainan yang keras dibabak pertama terlihat menguras stamina mereka. Beberapa peluang tercipta, Pogba hampir saja mendapatkan kesempatan. Namun bola berhasil disambar Skorupski. Begitu juga dengan Pjanic, umpan dari Gervinho tidak berhasil dimanfaatkan. Memasuki menit – menit akhir, Roma menumpuk pemainnya di tengah untuk menjaga skor. Juventus tetap menunjukkan sisi agresif mereka. Hasilnya tendangan ciamik Bonucci dari luar kotak penalti mengubah segalanya. Biarpun proses terjadinya gol tersebut mengandung unsur offside. Dimana posisi Arturo Vidal terlihat sejajar dan menghalangi pandangan kiper.

Rasa frustrasi berada dipundak pemain – pemain Roma. Mereka kembali bermain agresif dan menyerang. Puncaknya, Manolas terlibat perseteruan dengan Alvaro Morata. Manolas terpancing emosinya karena tekel Morata yang berbahaya. Kedua pemain terlibat adu mulut dan saling dorong sebelum dipisah oleh Allegri. Beberapa pemain Juve dan Roma menghampiri mereka untuk meredakan tensi. Akhirnya kartu merah dilayangkan untuk Manolas dan Morata. Nampak mengulang kejadian di tahun 2001, ketika Asuncao bersama Tachinardi diusir dari lapangan hijau pada menit-menit akhir.


Secara keseluruhan, Juventus memang menunjukkan agresivitasnya dihadapan Maicon dkk. Total 20 tembakan mereka lakukan, 5 diantaranya tepat sasaran. Namun apabila dilihat dari segi permainan, kedua kubu menunjukkan sisi atraktif dari taktik yang mereka terapkan. Chiellini tampak terlihat kesulitan mencegah serangan Roma, terutama ketika Gervinho menguasai bola. Begitu pula dengan kecerdikan Tevez mencari posisi yang nyaman dan melakukan tembakan. Sebuah pelajaran bagi Skorupski dan Mapou Yanga-Mbiwa yang malam itu bermain tidak tenang, kurang fokus dan kerap tidak terkoneksi dengan rekan-rekan yang lain. Permainan yang menyenangkan dan menyebalkan tentunya. Bagaikan mendengarkan musik dangdut. Iya, dikala hati sedang dirundung duka, kita tetap berjoged, tersenyum dan bergembira.

Karena Wasit Memang Hitam dan Putih
Kenapa Gianluca Rocchi yang disalahkan ? lagi-lagi wasit yang menjadi kambing hitam. Wasit kerap luput layaknya manusia biasa. Segala yang ada di dunia terkadang hitam, kadangkala putih. Begitu juga dengan sosok yang bernama wasit. Presiden FIGC, Carlo Tavecchio agaknya ingin meredakan tensi. Ia berujar, bahwa setiap wasit pasti mempunyai kesalahan dan kita harus memakluminya. Seusai pertandingan, Rudi Garcia memang menyayangkan beberapa kebijakan yang dikeluarkan Rocchi. Biarpun, ia juga menyatakan bahwa Roma tidak mampu menyelesaikan kesempatan yang sudah berada di depan mata. Merujuk pada peluang yang diperoleh Gervinho dan Pjanic.

Jadi, begini kawan – kawan. Ketika Roma unggul 2-1, babak pertama hampir berakhir. Detik jam sudah menunjukkan 46 menit lebih sedikit dan wasit menunjuk titik putih. Pertanyaannya, kenapa Rocchi tidak menyemprit peluit sebelum “pelanggaran” oleh Pjanic terjadi ? apa karena posisi Juventus sedang menyerang, bukan dalam kondisi bola mati ? Kalaupun memang pelanggaran, kenapa bukan tendangan bebas ? Maaf kalau sedikit berkonspirasi. Tapi ini masalah mental ketika bermain. Secara mental, pemain – pemain Roma sudah jatuh terlebih dahulu ketika wasit menyulap tendangan bebas menjadi penalti. Selanjutnya, Rocchi mengeluarkan Rudi Garcia. Semuanya memang hak sang pengadil lapangan kala itu.  Mental Roma sempat naik ketika mereka berhasil unggul 1-2 atas La Vechia Signora. Tapi gairah mereka kembali anjlok disaat seharusnya peluit berbunyi dan bola tetap bermain lalu muncul penalti. Keputusan tersebut setidaknya membuat kubu Juventus masih mempunyai harapan dan tidak berada dalam posisi yang tertekan ketika turun minum. Apabila skor tetap 1-2, tentu Roma bisa bermain lebih tenang, fokus dan tidak merasa curiga.

Seharusnya Rocchi memberikan penalti ketika Marchisio dilanggar oleh Holebas di menit ke 10. Agak sedikit menduga-duga memang, apabila penalti tersebut diberikan, tensi permainan tidak akan panas. Sebab keputusan tersebut tidak kontroversial dan Rocchi terlihat sebagai sosok yang dipercaya. Jadi, siapa sutradaranya bung ?

Selain dua penalti, apakah proses terjadinya gol Bonucci juga patut diperdebatkan ? sebenarnya bisa apabila mengacu pada aturan FIFA, seperti yang pernah dijelaskan oleh Pandit Football. Saat itu posisi Arturo Vidal berada sejajar dan menghalangi Skorupski. Lihat gambar dibawah, sesuai dengan Laws of the Game no 11 FIFA, Vidal bisa dianggap mengganggu pandangan Skorupski terhadap bola yang akan bergulir. Biarpun Vidal tidak menyentuh bola tersebut, namun ia berkesempatan untuk menganggu lawan dan kemungkinan besar bisa memperoleh bola.


Tapi toh, pihak Roma juga diingatkan oleh Marotta selaku manajer utama kubu Juventus. Roma pernah mendapatkan peristiwa serupa ketika melawan Juventus di tahun 2010. Saat itu penalti diberikan kepada Roma karena handball Simone Pepe. Proses terjadinya penalti mirip dengan kasus handsballnya Maicon. Dirinya juga mengingatkan, bahwa Juventus sudah mendapatkan hukuman atas segala kontroversialnya. Dua scudetto yang hilang dan harus rela turun kasta. Pernyataan tersebut memang patut diamini. Jangan lupa juga, ketika Roma menjamu Juventus di tahun 2012. Peristiwa yang diingat tentu tendangan Totti yang menghujam keras ke gawang Buffon. Tapi perlu diingat, saat itu Juventus mendapatkan hak untuk melakukan tendangan sudut. Sampai – sampai Buffon maju ke depan untuk turut membantu. Ketika Juventus bersiap – siap melakukan corner kick, wasit malah meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Juventus jelas dirugikan saat itu dan pihak Roma tidak bisa mengelak tentunya.



Agak disayangkan memang, keharmonisan Roma dan Juve harus pudar. Mereka sempat saling bergandengan tangan ketika mendukung pencalonan Albertini. Mereka bersikeras menolak pencalonan Tavecchio menjadi presiden FIGC. Terutama setelah komentar rasis yang dilontarkan pria asal Ponte Lambro tersebut. Terlalu banyak perseteruan di pertemuan kemarin, amat emosional. Totti harus kembali menghadapi kenakalan Lichsteiner. Begitu juga dengan Holebas yang sempat adu mulut dengannya. Ditambah Radja Nainggolan yang mewarisi keberingasan Daniele De Rossi. Puncaknya, keributan yang melibatkan dua pemuda belia, Manolas dan Morata.

“kontrak wasit dengan juventus ini habisnya kapan.” (Pindho Adiyaksa / sarjana Antropologi, pecinta AS Roma)

“Jangan salahkan Wasit, nikmati saja partai seru ini ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ‘ Forza Roma” (Tio Nugroho / presenter bola sekaligus fans AS Roma)

Keep Calm Roma, Dont’ Panic..
Pertandingan memang usai, namun perang kata – kata masih terus terlontar dari kedua kubu. Begitu pun dengan media – media di Italia. “Rocchi Horror Picture Show”, “Rocchi was a disaster”, “a falsified league”. Ketiga kalimat tersebut termasuk beberapa headline di Italia sana. Seperti yang disampaikan pengamat sepakbola Italia, Maurizio Crosetti. Insiden – insiden yang terselip pada pertandingan kemarin akan terus dibahas selamanya. Baik di kantor, pabrik, sekolah, kereta, televisi, twitter dan koran. Dugaan tersebut memang terjadi, kontroversi adalah hal menarik untuk diulas, dikonsumsi atau dikomersilkan. Damiano Tommasi selaku ketua Asosiasi Pemain Italia dan mantan pemain Roma turut berkomentar.
“It was a game between 2 well balanced teams. It's a shame there's more talk about controversy than the game's excitement" (Damiano Tommasi)

Beberapa komentar terkait pertandingan antara Juventus dan Roma memang terkesan menyulut amarah. Tapi, adapula yang berkomentar netral. Berikut ini beberapa komentaratau pendapat yang dilontarkan. Baik oleh media – media dan pengamat sepakbola yang berbasis di Roma.

Memang sedikit mengecewakan melihat komentar Totti dan Rudi Garcia selepas pertandingan. Kritik mereka terhadap Juventus begitu terang – terangan dan tidak terkontrol. Kemarahan jelas menyelimuti tubuh mereka. Seharusnya mereka sudah bisa berpikir dewasa tanpa mengeluarkan kritik yang teramat panas. Tandanya, Juventus sudah menang dua kali. Pertama, kemenangan di lapangan hijau dengan skor 3-2. Kedua, keberhasilan mereka membuat kubu AS Roma panik dan naik pitam.

Sikap diplomatis ditunjukkan oleh Buffon dan Maicon. Kapten timnas Italia tersebut menolak untuk berkomentar terkait keputusan Rocchi. Buffon sendiri merasa bahwa pertandingan kemarin berlangsung menarik. Juventus dan Roma satu level, tidak ada jarak diantara mereka. Maicon memang memberikan kritik terhadap Rocchi berhubungan dengan penalti Juventus yang pertama. Namun, ia juga menyatakan bahwa Juventus tetaplah kandidat favorit Scudetto.

Tidak ketinggalan pendapat Walter Sabatini yang menganggap bahwa ketiga golJuventus tidak valid. Biarpun ia memuji memuji tendangan ajaib Bonucci. Sabatini sendiri tidak menyesali kekalahan Roma, ia senang dengan penampilan Keita dkk malam itu. Berbeda dengan Pavel Nedved yang mengecam komentarTotti. Mantan pemain Lazio itu mengutarakan, bahwa Totti tidak mengerti apa-apa tentang Juventus.

Pertandingan yang disaksikan Pep Guardiola tersebut sudah dua hari berlalu. Jeda internasional telah tiba dan Roma akan rehat selama seminggu lebih. Kekalahan atas Juventus wajib dilupakan secepatnya. Masih banyak pertandingan yang akan dijalani. Musim ini, kesabaran menjadi ujian terbesar bahkan terberat bagi Roma.

Laga yang diakhiri dengan kemenangan di tangan La Vechia Signora kemarin, menunjukkan beberapa sisi positif. Setidaknya pemain – pemain Roma terlihat semakin erat. Punggawa Giallorossi yang absen karena cedera seperti Strootman, De Rossi dan Astori hadir di Juventus Stadium untuk mendukung rekan-rekan mereka. Sebuah suntikan motivasi ditunjukkan atas kehadiran ketiga pemain tersebut. Reaksi De Rossi bahkan sempat tertangkap kamera. Lalu muncul kabar Strootman mengungkapkan kemarahannya dihadapan fans Juventus. Rumornya, dikarenakan fans Juventus menghina Ljajic karena beragama Islam. Berita tersebut memang simpang siur, mengingat salah satu pemain Juventus juga menganut Islam, yaitu Paul Pogba.

Percikan – percikan emosi mesti dihapus. Pada tanggal 18 Oktober, Roma akan menghadapi Chievo Verona dan wajib menunjukkan tajinya. Jangan sampai kekalahan di pekan kemarin menghancurkan mental juara yang sedang dibangun.
La Tua Forza, La Nostra Fede. Forza Roma !

   
"It's hard to make predictions for Juventus-Roma, I hope it's a good game. The title? I think Roma will win it” (Carlo Ancelotti)


"I ask everyone to believe in the scudetto even more. Referees and other considerations apart, what matters is the football - Roma, nine months on from that game on January 5, have improved immeasurably and they are having difficulties" (Tonino Cagnucci)

Tambahan, artikel terkait yang mesti disimak :
Blogistuta – Juve 3-2 Roma
Football Italia – Roma are none the wiser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar