“We were here. We
are here. We'll always be here. In victory or defeat, never slaves to the
result”
Ketika
Mattia Destro masuk menggantikan Totti, skor masih 2-2. Pada menit tersebut,
kedua kubu masih berbagi hasil sesuai dengan nomor punggung yang dipakai
Destro. Berikutnya Roma melakukan pergantin yang terakhir, Pjanic out, Paredes
in. Nampaknya Roma ingin mengakhiri pertandingan dengan hasil imbang. Terlihat
dari permainan mereka yang mengutamakan ball possesion dan sedikit melakukan
penetrasi di lini pertahananan Juventus. Sayang, tendangan kelas Bonucci
membuyarkan impian mereka. Skor 3-2 untuk Juventus, nomor punggung Leandro
Paredes membawa tuah untuk La Vechia Signora.
“A cool head…this
game really does hurt Italian football,” (Rudi Garcia)
Kalimat
diatas mungkin tidak akan dikicaukan Rudi Garcia lewat akun twitternya, apabila
pertandingan berjalan dengan adil. Iya, adil bung. Tapi, siapapun tidak dapat
mengelak atas keputusan wasit di lapangan. Meskipun seorang Buffon, Pirlo
ataupun Totti adalah seorang juara dunia, mereka tetap kalah telak atas kuasa
seorang wasit.
Juventus
kontra AS Roma merupakan satu dari sekian big match pada pekan kemarin. Di
pulau Inggris, disuguhkan Chelsea vs Arsenal. Kota Madrid harus siap menampung
para suporter dari tanah pemberontak, Athletic Bilbao. Di ujung sana, ada laga
super panas, hujan pun tak mampu menyurutkan tensi Super Clasico kemarin. Lalu,
adu taktik antara Vicenzo Montella melawan Mazzarri juga menghiasi kancah
sepakbola di negeri Pizza.
Maaf Roma, hidupmu
sudah dangdut..
Pertandingan
di Juventus Stadium kemarin memang berlangsung atraktif dan panas. Masing –
masing kubu terus berjuang demi meraih tiga poin. Roma yang tidak diperkuat
beberapa punggawa utama mereka, terus-terusan digempur oleh pasukan berseragam
hitam putih. Panasnya laga dimulai ketika tendangan bebas Pirlo mengenai tangan
Maicon. Rocchi selaku wasit utama memutuskan untuk menghadiahi lagi sebuah tendangan
bebas. Namun, pemain Juventus melakukan protes, mereka beranggapan bahwa posisi
Maicon berada di kotak penalti. Ketika kericuhan berlangsung, Rocchi terlihat
melakukan komunikasi dengan asisten wasit. Keputusan tiba – tiba diubah, Rocchi
memberikan penalti untuk Juventus. Tevez selaku algojo berhasil mengeksekusinya
dengan baik. Pertanyaannya, kenapa Rocchi mengubah keputusan pertamanya ? Siapa
yang mempengaruhinya ? Jadi amatlah wajar apabila Roma sedikit menyangsikan
ketegasan Rocchi saat itu, terutama Rudi Garcia.
Malam
itu wasit meminta Rudi Garcia untuk meninggalkan lapangan. Persoalannya karena
bahasa tubuh yang diperagakan mantan pelatih Lille tersebut. Garcia sempat
menunjukkan gerakan sedang bermain violin. Alasannya tentu merujuk pada hadiah
penalti yang diberikan Rocchi untuk skuad Allegri. Entah apa maksud Garcia
dengan gaya tersebut, dirinya juga tidak menjawab ketika konferensi pers.
Sampai detik ini, hanya dia sendiri yang tahu. Biarpun beberapa analisa
mengenai “imajinasi permainan violin ala Garcia” sempat muncul. Sayang
memang, “permainan violin” Rudi Garcia yang “sedih”, tidak seperti racikan komposer
kondang Italia, Ennio Morricone. Kontras dengan keceriaannya ketika memetik
gitar dan bersenandung “Porompopero”.
Drama
terus ditunjukkan pada pertandingan tersebut, kali ini Francesco Totti
aktornya. Lagi – lagi berawal dari sebuah tendangan bebas. Tendangan Pjanic
memang tidak menembus gawang, namun sang Pangeran Roma dilanggar oleh
Lichsteiner dari belakang. Kartu kuning untuk Lichsteiner dan penalti untuk
Roma. Beruntung, Totti mampu membobol gawang Buffon setelah sekian lama
gawangnya bersih dikancah domestik. Sayang, Il Principe harus menerima kartu
kuning, ia sempat melakukan selebrasi di hadapan fans Juve. Entah kenapa wasit
memberikan kartu untuknya, mungkin karena selebrasinya terlalu berlebihan.
Kedua
kubu terus berusaha mencari peluang untuk menghasilkan gol. Terlalu banyak
ruang di lini belakang Roma dan mereka kerap kecolongan. Pogba seringkali lepas
dari penjagaan dan memberikan umpan silang yang berbahaya. Pada menit ke 44,
Roma berhasil mengungguli Juventus. Pergerakan Gervinho yang gesit lalu
memberikan umpan kepada Iturbe. Pemain asal Argentina tersebut berhasil lepas
dari jebakan offside, bola disambut dan diceploskan lewat kaki kirinya. Tidak
lama selepas gol kedua terjadi, Roma melakukan serangan balik. Gervinho
menyisir sisi kiri lapangan dan berhasil mengecoh Caceres. Sayang, tendangannya
masih melebar.
Bencana
kembali menimpa Manolas dkk. Pogba yang lepas dari penjagaan berhasil menerima
bola. Pjanic melakukan tackling tepat di luar area penalti. Keputusan
kontroversial kembali keluar, penalti untuk Juventus di menit 46. Padahal
tambahan waktu yang diberikan hanyalah satu menit. Seydou Keita terlihat tidak
percaya atas keputusan Rocchi. Pemain Roma tidak terima, mereka menghampiri
tukang adil dan mempertanyakan keputusan tersebut. Sekali lagi, wasit lah yang
berkuasa di lapangan hijau. Penalti untuk Juventus tetap ditiupkan dan Tevez
kembali mencetak gol keduanya.
Setelah
turun minum, permainan berlangsung lambat. Permainan yang keras dibabak pertama
terlihat menguras stamina mereka. Beberapa peluang tercipta, Pogba hampir saja
mendapatkan kesempatan. Namun bola berhasil disambar Skorupski. Begitu juga
dengan Pjanic, umpan dari Gervinho tidak berhasil dimanfaatkan. Memasuki menit
– menit akhir, Roma menumpuk pemainnya di tengah untuk menjaga skor. Juventus
tetap menunjukkan sisi agresif mereka. Hasilnya tendangan ciamik Bonucci dari
luar kotak penalti mengubah segalanya. Biarpun proses terjadinya gol tersebut
mengandung unsur offside. Dimana posisi Arturo Vidal terlihat sejajar dan
menghalangi pandangan kiper.
Rasa
frustrasi berada dipundak pemain – pemain Roma. Mereka kembali bermain agresif
dan menyerang. Puncaknya, Manolas terlibat perseteruan dengan Alvaro Morata.
Manolas terpancing emosinya karena tekel Morata yang berbahaya. Kedua pemain
terlibat adu mulut dan saling dorong sebelum dipisah oleh Allegri. Beberapa
pemain Juve dan Roma menghampiri mereka untuk meredakan tensi. Akhirnya kartu
merah dilayangkan untuk Manolas dan Morata. Nampak mengulang kejadian di tahun
2001, ketika Asuncao bersama Tachinardi diusir dari lapangan hijau pada menit-menit akhir.
Secara
keseluruhan, Juventus memang menunjukkan agresivitasnya dihadapan Maicon dkk.
Total 20 tembakan mereka lakukan, 5 diantaranya tepat sasaran. Namun apabila
dilihat dari segi permainan, kedua kubu menunjukkan sisi atraktif dari taktik
yang mereka terapkan. Chiellini tampak terlihat kesulitan mencegah serangan
Roma, terutama ketika Gervinho menguasai bola. Begitu pula dengan kecerdikan
Tevez mencari posisi yang nyaman dan melakukan tembakan. Sebuah pelajaran bagi
Skorupski dan Mapou Yanga-Mbiwa yang malam itu bermain tidak tenang, kurang
fokus dan kerap tidak terkoneksi dengan rekan-rekan yang lain. Permainan yang
menyenangkan dan menyebalkan tentunya. Bagaikan mendengarkan musik dangdut.
Iya, dikala hati sedang dirundung duka, kita tetap berjoged, tersenyum dan
bergembira.
Karena Wasit
Memang Hitam dan Putih
Kenapa
Gianluca Rocchi yang disalahkan ? lagi-lagi wasit yang menjadi kambing hitam. Wasit
kerap luput layaknya manusia biasa. Segala yang ada di dunia terkadang hitam,
kadangkala putih. Begitu juga dengan sosok yang bernama wasit. Presiden FIGC, Carlo
Tavecchio agaknya ingin meredakan tensi. Ia berujar, bahwa setiap wasit pasti
mempunyai kesalahan dan kita harus memakluminya. Seusai pertandingan, Rudi
Garcia memang menyayangkan beberapa kebijakan yang dikeluarkan Rocchi. Biarpun,
ia juga menyatakan bahwa Roma tidak mampu menyelesaikan kesempatan yang sudah
berada di depan mata. Merujuk pada peluang yang diperoleh Gervinho dan Pjanic.
Jadi,
begini kawan – kawan. Ketika Roma unggul 2-1, babak pertama hampir berakhir.
Detik jam sudah menunjukkan 46 menit lebih sedikit dan wasit menunjuk titik
putih. Pertanyaannya, kenapa Rocchi tidak menyemprit peluit sebelum
“pelanggaran” oleh Pjanic terjadi ? apa karena posisi Juventus sedang
menyerang, bukan dalam kondisi bola mati ? Kalaupun memang pelanggaran, kenapa
bukan tendangan bebas ? Maaf kalau sedikit berkonspirasi. Tapi ini masalah
mental ketika bermain. Secara mental, pemain – pemain Roma sudah jatuh terlebih
dahulu ketika wasit menyulap tendangan bebas menjadi penalti. Selanjutnya,
Rocchi mengeluarkan Rudi Garcia. Semuanya memang hak sang pengadil lapangan
kala itu. Mental Roma sempat naik ketika
mereka berhasil unggul 1-2 atas La Vechia Signora. Tapi gairah mereka kembali
anjlok disaat seharusnya peluit berbunyi dan bola tetap bermain lalu muncul
penalti. Keputusan tersebut setidaknya membuat kubu Juventus masih mempunyai
harapan dan tidak berada dalam posisi yang tertekan ketika turun minum. Apabila
skor tetap 1-2, tentu Roma bisa bermain lebih tenang, fokus dan tidak merasa
curiga.
Seharusnya
Rocchi memberikan penalti ketika Marchisio dilanggar oleh Holebas di menit ke
10. Agak sedikit menduga-duga memang, apabila penalti tersebut diberikan, tensi
permainan tidak akan panas. Sebab keputusan tersebut tidak kontroversial dan
Rocchi terlihat sebagai sosok yang dipercaya. Jadi, siapa sutradaranya bung ?
Selain
dua penalti, apakah proses terjadinya gol Bonucci juga patut diperdebatkan ?
sebenarnya bisa apabila mengacu pada aturan FIFA, seperti yang pernah dijelaskan
oleh Pandit Football. Saat itu posisi Arturo Vidal berada sejajar dan
menghalangi Skorupski. Lihat gambar dibawah, sesuai dengan Laws of the Game
no 11 FIFA, Vidal bisa dianggap mengganggu pandangan Skorupski terhadap bola
yang akan bergulir. Biarpun Vidal tidak menyentuh bola tersebut, namun ia
berkesempatan untuk menganggu lawan dan kemungkinan besar bisa memperoleh bola.
Tapi
toh, pihak Roma juga diingatkan oleh Marotta selaku manajer utama kubu
Juventus. Roma pernah mendapatkan peristiwa serupa ketika melawan Juventus di
tahun 2010. Saat itu penalti diberikan kepada Roma karena handball Simone
Pepe. Proses terjadinya penalti mirip dengan kasus handsballnya Maicon. Dirinya
juga mengingatkan, bahwa Juventus sudah mendapatkan hukuman atas segala
kontroversialnya. Dua scudetto yang hilang dan harus rela turun kasta.
Pernyataan tersebut memang patut diamini. Jangan lupa juga, ketika Roma menjamu
Juventus di tahun 2012. Peristiwa yang diingat tentu tendangan Totti yang
menghujam keras ke gawang Buffon. Tapi perlu diingat, saat itu Juventus
mendapatkan hak untuk melakukan tendangan sudut. Sampai – sampai Buffon maju ke
depan untuk turut membantu. Ketika Juventus bersiap – siap melakukan corner
kick, wasit malah meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Juventus jelas
dirugikan saat itu dan pihak Roma tidak bisa mengelak tentunya.
Agak
disayangkan memang, keharmonisan Roma dan Juve harus pudar. Mereka sempat
saling bergandengan tangan ketika mendukung pencalonan Albertini. Mereka
bersikeras menolak pencalonan Tavecchio menjadi presiden FIGC. Terutama setelah
komentar rasis yang dilontarkan pria asal Ponte Lambro tersebut. Terlalu banyak
perseteruan di pertemuan kemarin, amat emosional. Totti harus kembali
menghadapi kenakalan Lichsteiner. Begitu juga dengan Holebas yang sempat adu
mulut dengannya. Ditambah Radja Nainggolan yang mewarisi keberingasan Daniele
De Rossi. Puncaknya, keributan yang melibatkan dua pemuda belia, Manolas dan
Morata.
“kontrak wasit
dengan juventus ini habisnya kapan.”
(Pindho Adiyaksa / sarjana Antropologi, pecinta AS Roma)
“Jangan salahkan
Wasit, nikmati saja partai seru ini ๐๐๐ Forza Roma” (Tio Nugroho / presenter bola
sekaligus fans AS Roma)
Keep Calm Roma, Dont’
Panic..
Pertandingan
memang usai, namun perang kata – kata masih terus terlontar dari kedua kubu. Begitu
pun dengan media – media di Italia. “Rocchi
Horror Picture Show”, “Rocchi was a
disaster”, “a falsified league”.
Ketiga kalimat tersebut termasuk beberapa headline di Italia sana. Seperti yang
disampaikan pengamat sepakbola Italia, Maurizio Crosetti. Insiden – insiden
yang terselip pada pertandingan kemarin akan terus dibahas selamanya. Baik di
kantor, pabrik, sekolah, kereta, televisi, twitter dan koran. Dugaan tersebut
memang terjadi, kontroversi adalah hal menarik untuk diulas, dikonsumsi atau
dikomersilkan. Damiano Tommasi selaku ketua Asosiasi Pemain Italia dan mantan
pemain Roma turut berkomentar.
“It was a game
between 2 well balanced teams. It's a shame there's more talk about controversy
than the game's excitement"
(Damiano Tommasi)
Beberapa
komentar terkait pertandingan antara Juventus dan Roma memang terkesan menyulut
amarah. Tapi, adapula yang berkomentar netral. Berikut ini beberapa komentaratau pendapat yang dilontarkan. Baik oleh media – media dan pengamat
sepakbola yang berbasis di Roma.
Memang
sedikit mengecewakan melihat komentar Totti dan Rudi Garcia selepas
pertandingan. Kritik mereka terhadap Juventus begitu terang – terangan dan
tidak terkontrol. Kemarahan jelas menyelimuti tubuh mereka. Seharusnya mereka
sudah bisa berpikir dewasa tanpa mengeluarkan kritik yang teramat panas. Tandanya,
Juventus sudah menang dua kali. Pertama, kemenangan di lapangan hijau dengan
skor 3-2. Kedua, keberhasilan mereka membuat kubu AS Roma panik dan naik pitam.
Sikap
diplomatis ditunjukkan oleh Buffon dan Maicon. Kapten timnas Italia tersebut menolak
untuk berkomentar terkait keputusan Rocchi. Buffon sendiri merasa bahwa pertandingan
kemarin berlangsung menarik. Juventus dan Roma satu level, tidak ada jarak
diantara mereka. Maicon memang memberikan kritik terhadap Rocchi berhubungan
dengan penalti Juventus yang pertama. Namun, ia juga menyatakan bahwa Juventus
tetaplah kandidat favorit Scudetto.
Tidak
ketinggalan pendapat Walter Sabatini yang menganggap bahwa ketiga golJuventus tidak valid. Biarpun ia memuji memuji tendangan ajaib Bonucci.
Sabatini sendiri tidak menyesali kekalahan Roma, ia senang dengan penampilan
Keita dkk malam itu. Berbeda dengan Pavel Nedved yang mengecam komentarTotti. Mantan pemain Lazio itu mengutarakan, bahwa Totti tidak mengerti apa-apa
tentang Juventus.
Pertandingan
yang disaksikan Pep Guardiola tersebut sudah dua hari berlalu. Jeda internasional
telah tiba dan Roma akan rehat selama seminggu lebih. Kekalahan atas Juventus
wajib dilupakan secepatnya. Masih banyak pertandingan yang akan dijalani. Musim
ini, kesabaran menjadi ujian terbesar bahkan terberat bagi Roma.
Laga
yang diakhiri dengan kemenangan di tangan La Vechia Signora kemarin, menunjukkan
beberapa sisi positif. Setidaknya pemain – pemain Roma terlihat semakin erat. Punggawa
Giallorossi yang absen karena cedera seperti Strootman, De Rossi dan Astori
hadir di Juventus Stadium untuk mendukung rekan-rekan mereka. Sebuah suntikan motivasi
ditunjukkan atas kehadiran ketiga pemain tersebut. Reaksi De Rossi bahkan
sempat tertangkap kamera. Lalu muncul kabar Strootman mengungkapkan
kemarahannya dihadapan fans Juventus. Rumornya, dikarenakan fans Juventus
menghina Ljajic karena beragama Islam. Berita tersebut memang simpang siur,
mengingat salah satu pemain Juventus juga menganut Islam, yaitu Paul Pogba.
Percikan
– percikan emosi mesti dihapus. Pada tanggal 18 Oktober, Roma akan menghadapi
Chievo Verona dan wajib menunjukkan tajinya. Jangan sampai kekalahan di pekan
kemarin menghancurkan mental juara yang sedang dibangun.
La Tua Forza, La
Nostra Fede. Forza Roma !
"It's hard
to make predictions for Juventus-Roma, I hope it's a good game. The title? I
think Roma will win it” (Carlo
Ancelotti)
"I ask
everyone to believe in the scudetto even more. Referees and other
considerations apart, what matters is the football - Roma, nine months on from
that game on January 5, have improved immeasurably and they are having
difficulties"
(Tonino Cagnucci)
Tambahan,
artikel terkait yang mesti disimak :
James
Horncastle – Old Lady accused of robbery: Juventus beat Roma amid bitter scenes
Blogistuta
– What Watergate has to do with calciopoli
Blogistuta
– Juve 3-2 Roma
Paolo
Bandini – Juventus’s win over Roma overshadowed by the referee – again
Football
Italia – Roma are none the wiser
Football
Italia – Serie A’s decisive days to come
Tidak ada komentar:
Posting Komentar