Ada
sebuah kisah yang baru saja aku dengar. Kisah yang aku simak dari seorang
Tukang Dongeng. Cerita tentang pertemuan. Iya, lagi-lagi tentang pertemuan yang
misterius. Kalau tidak salah ingat atau salah dengar, kejadiannya sekitar
beberapa bulan yang lalu.
Jadi
begini, cerita yang aku dengar tersebut lokasi utamanya berada di sebuah
perpustakaan. Konon, ada seorang lelaki yang berjalan dari arah parkiran menuju
perpustakaan. Langkahnya tergesa-gesa. Begitu menitipkan tas kepada petugas, lelaki
tadi langsung masuk ke perpustakaan tanpa absen terlebih dahulu.
Nah,
laki-laki tadi lalu bergerak ke tempat komputer untuk mencari buku. Setiba
disana ternyata komputer yang dihadapannya sedang rusak, error. Kacau bung ! Ia
pun menoleh ke sebelah kiri. Di situ ada seorang perempuan. Si laki-laki agak
curiga. Sebab si perempuan tampak tak berniat mencari buku.
Si
lelaki tersebut lalu bertanya, “Mbak, komputernya bisa dipakai nggak ya ?”
Sang
perempuan menjawab, “Nggak tahu mas. Masnya duduk sini aja.”
“Oh,
makasih ya mbak.” sahut si lelaki.
Mereka
pun saling bertukar tempat.
Di
saat si lelaki sedang asyik mengecek buku, si perempuan bertanya kepadanya,
“Ada mas bukunya ?”
“Ada,
tapi dipinjam’e.” jawab si lelaki sambil mengetik judul buku lain yang ingin
dicari. Anggap saja laki-laki tadi sedang mencari bukunya Franz Magnis Suseno
yang berjudul “Pemikiran Karl Marx : Dari
Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme”
“Kamu
S2 ya mbak ?” selidik sang lelaki.
“Enggak
mas, masih S1, mahasiswa baru !”
“Oh,
kirain S2. Haha. Lha, kamu asli mana tho ?”
“Magelang
mas” jawab si gadis sambil menjulurkan tangan kanannya. Mereka pun lalu
memperkenalkan nama masing-masing.
“Lha,
kamu tuh jurusan apa’e ?”
“Jurusan
*ini* mas.” (Tukang Dongeng bilang
supaya jangan diceritakan ke orang lain tentang asal jurusan si perempuan. Maaf
ya sebelumnya L
)
Si
laki-laki lalu menanyakan hal yang standar. Apakah kenal si A, si B, kenal si
itu dong, kalau sama si ini tahu, bla bla bla bla. Saat itu di sebelah mereka
juga ada beberapa orang. Nampaknya, mereka juga bukan teman dari si lelaki
serta si perempuan.
“Kamu
sendiri angkatan berapa mas ?” tanya si perempuan yang ketika itu sedang
memakai jilbab berwarna hitam.
“2008”
“Wah,
bentar lagi dong !” sontak si perempuan.
“Hahahaha,
iya, amin-amin. Duluan ya.” jawab si laki-laki sembari berpamitan.
“Iya
mas.”
Lelaki
tadi lalu naik ke atas. Menyusuri beberapa anak tangga untuk sekedar mencari
buku lalu membacanya demi sebuah cita-cita. Entah, apa yang dilakukan oleh si
perempuan. Mungkin dia pulang atau mungkin ada jam kuliah. Si Tukang Dongeng
juga tidak menceritakannya kepadaku. Selain cerita di perpustakaan tersebut, Si
Tukang Dongeng juga mengisahkan cerita-cerita lain. Ada cerita tentang lelaki
yang dikirimi lagu oleh seorang gadis. Si gadis merekam lagu yang ia mainkan
dengan piano kesayangannya. Beruntung, gadis tersebut merupakan dambaan si
lelaki. Ada juga cerita lucu tentang anak muda yang mengantarkan pulang seorang
gadis. Mereka naik vespa berduaan, menyusuri malam.
Entah,
apa yang akan terjadi selanjutnya. Si Pedongeng masih menyembunyikan ribuan
ceritanya. Menunggu saat yang tepat untuk diungkapkan kepadaku. Akan tetapi, aku
berimajinasi bahwa lelaki-lelaki tadi sedang berjalan menuju sebuah kepastian.
Sebuah instrumental “Guns Don’t Argue” milik Ennio Morricone sedang
berdendang. Terdengar pula sayup-sayup lagu “The Return of Ringgo”
“Because
we are fearless men”
“Because
we are fearless men”
“Because
we are fearless men”
Tatkala
semua cerita sudah tersampaikan, semoga berakhir dengan bahagia. Aku sendiri
juga masih menantikannya.
Is
there anybody going to listen to my story
All
about the girl who came to stay?
She's
the kind of girl you want so much
(The Beatles - Girl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar