"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Jumat, 27 Juni 2014

Daun, Tanah dan Hujan

Ada kalanya, tanah merindukan hujan. Rintik-rintik menghujam, serasa lembut. Daun, ranting, batu dan material-material yang lain juga menunggu pelukan hujan. Namun, sebuah tanah tidak akan pernah cemburu, biarpun menjadi peraduan terakhir hujan.
Di sela-sela percumbuan hujan dengan daun, tercium wangi harum dari mawar yang hampir layu. Ada air yang menetes dari mahkota sang mawar. Mungkin itu tangisan, mungkin juga bukan.
Di bawah, ada satu sosok yang bersembunyi di balik kegelapan. Dia adalah raja kodok yang sedang menunggu putra-putrinya. Mungkin mereka sedang tersesat.
Di lain pihak, pasukan semut saling berbincang. Mereka sedang menggunjing. Hujan berselingkuh dengan daun. Seekor kucing liar yang senantiasa mengasihi anak-anaknya kelihatan tidak peduli. Baginya, perbuatan serong tersebut bukan urusan yang penting. Toh, dia juga kerap diperlakukan sama oleh kucing-kucing bermata keranjang.
Akhirnya tiba juga waktu dimana tanah mulai dijilati oleh hujan. Basah. Hujan dan tanah saling melepas rindu. Malam itu mereka benar-benar gembira. Tertawa, terbayar sudah siksaan oleh sang surya.
Sayang, sebelum pagi mulai membangunkan daun-daun, kisah mereka sudah habis. Karena sang bulan tak mengijinkan hujan untuk berlama-lama di bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar