"Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam Nabi, Supaya sejarah menjadi jinak. Dan mengirim sepasang merpati" (Kuntowijoyo)

Selasa, 24 Juni 2014

Kampanye

Kemarin, sekitar pukul satu pagi, saya keluar dari rumah untuk membeli rokok. Berhenti di depan gapura kampung, sembari menengok kiri kanan, untuk menyeberang jalan. Di seberang gapura tersebut, terpasang spanduk kampanye capres bertuliskan “Selamatkan Indonesia”. Sayapun meluncur ke arah utara, lagi-lagi saya menemui berbagai macam spanduk serta bendera. Kali ini dari rival spanduk yang saya lihat sebelumnya. Bahkan di tengah perempatan kecil daerah Nglempongsari, jalan tersebut mereka cat dengan gambar banteng moncong putih. Sayapun belok ke barat karena berniat ke Circle K di jalan Palagan. Pada saat itu saya menemui beberapa orang yang sedang menggotong spanduk. Lalu saya iseng berteriak, “Jokowi !”, sontak mereka menjawab, “Yo !”
            Beberapa minggu ini kita akan disuguhi pertempuran-pertempuran antara kedua belah pihak yang sedang bertarung memperebutkan kue kekuasaan. Saya sendiri agak jengkel ketika berada di rumah. Bapak saya hobinya nonton berita tentang kampanye. Kemarin malam, ibu saya sembari mengetik sempat mengeluh. Dia sudah capek dan heran dengan kelakukan bapak saya, kok ndak bosen-bosen nonton berita yang isinya cuman copras-capres. Ia pun berujar, “Mbok gek tanggal 9, ben ndang rampung !”
            Entahlah, tapi saya sendiri cukup miris dengan suasana ini. Masing-masing stasiun tv atau beberapa media sudah tidak netral lagi. Kampanye benar-benar jadi dagangan demi menjadikan jagoan mereka memegang tampuk kekuasaan negeri ini. Media punya peranan besar untuk mempengaruhi cara pandang masyarakat. Keponakan saya yang baru berumur 7 tahun saja sudah bisa nyanyi, “Prabowo, Presidenku..” Bahkan hapal dan tahu siapa saja tokoh-tokoh di negeri ini, semacam Hatta Rajasa, Megawati, Mahfud MD, Hidayat Nur Wahid dan bayangkan Aburizal Bakrie pun dia tahu. Tapi ketika saya menunjukkan gambar Panglima Besar Revolusi, Bung Karno, dia tidak tahu siapa beliau. Fak !
            Saya sendiri tidak terlalu berminat untuk aktif di kegiatan berbau politik. Entah itu ikut organisasi politik di kampus, ataupun apalah itu. Biarpun kakak perempuan saya beserta suaminya aktif di salah satu partai yang ngakunya Islam. Saya ingat benar, bahwa dulu bapak pernah melarang supaya jangan masuk ke politik. Bagi beliau, politik itu kotor. Sampai sekarang saya masih mengamini saran beliau. Kalau untuk pengetahuan sih tidak masalah. Tapi kalau sudah terlibat ke dalam praktik-praktik berbau politik, sama sekali tidak berminat.
             Sudah sewajarnya apabila akhir-akhir ini banyak orang yang menjadi latah politik. Tapi satu hal yang perlu diingat, politik bukan hanya perkara soal kampanye, presiden dan negara. Sejatinya, politik lebih dari itu. Coba perhatikan pernyataan Miriam Budiarjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Politik. Menurut beliau, politik adalah berbagai macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Politik menyangkut beberapa konsep pokok, yaitu : negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pembagian atau alokasi. Selain itu, politik tidak hanya berada dalam tingkatan negara. Pemilihan lurah pun termasuk praktik politik di tingkat lokal. Sejalan dengan pendapat Deliar Noer, politik memang mempunyai perhatian khusus terhadap masalah kekuasaan di dalam kehidupan sebuah masyarakat. Namun, di era modern saat ini, kekuasaan tersebut berhubungan erat dengan negara.

            Baiklah, saya juga tidak berniat untuk membahas mengenai panasnya persaingan Prabowo dan Jokowi. Cuma sekedar mengingatkan aja sih, supaya jangan mudah terbuai oleh media-media yang sejatinya sedang bermuka dua. Pintar-pintar lah memilih berita dan jangan gampang tertipu oleh berbagai macam isu yang beredar. Gitu aja sih, selamat malam kamu.. J 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar