Kemarin, sekitar
pukul satu pagi, saya keluar dari rumah untuk membeli rokok. Berhenti di depan
gapura kampung, sembari menengok kiri kanan, untuk menyeberang jalan. Di
seberang gapura tersebut, terpasang spanduk kampanye capres bertuliskan “Selamatkan
Indonesia”. Sayapun meluncur ke arah utara, lagi-lagi saya menemui berbagai
macam spanduk serta bendera. Kali ini dari rival spanduk yang saya lihat
sebelumnya. Bahkan di tengah perempatan kecil daerah Nglempongsari, jalan
tersebut mereka cat dengan gambar banteng moncong putih. Sayapun belok ke barat
karena berniat ke Circle K di jalan Palagan. Pada saat itu saya menemui
beberapa orang yang sedang menggotong spanduk. Lalu saya iseng berteriak,
“Jokowi !”, sontak mereka menjawab, “Yo !”
Beberapa minggu ini kita akan disuguhi
pertempuran-pertempuran antara kedua belah pihak yang sedang bertarung
memperebutkan kue kekuasaan. Saya sendiri agak jengkel ketika berada di rumah.
Bapak saya hobinya nonton berita tentang kampanye. Kemarin malam, ibu saya sembari
mengetik sempat mengeluh. Dia sudah capek dan heran dengan kelakukan bapak
saya, kok ndak bosen-bosen nonton berita yang isinya cuman copras-capres. Ia
pun berujar, “Mbok gek tanggal 9, ben ndang rampung !”
Entahlah, tapi saya sendiri cukup miris dengan suasana
ini. Masing-masing stasiun tv atau beberapa media sudah tidak netral lagi.
Kampanye benar-benar jadi dagangan demi menjadikan jagoan mereka memegang
tampuk kekuasaan negeri ini. Media punya peranan besar untuk mempengaruhi cara
pandang masyarakat. Keponakan saya yang baru berumur 7 tahun saja sudah bisa
nyanyi, “Prabowo, Presidenku..” Bahkan hapal dan tahu siapa saja tokoh-tokoh di
negeri ini, semacam Hatta Rajasa, Megawati, Mahfud MD, Hidayat Nur Wahid dan
bayangkan Aburizal Bakrie pun dia tahu. Tapi ketika saya menunjukkan gambar
Panglima Besar Revolusi, Bung Karno, dia tidak tahu siapa beliau. Fak !
Saya sendiri tidak terlalu berminat untuk aktif di
kegiatan berbau politik. Entah itu ikut organisasi politik di kampus, ataupun
apalah itu. Biarpun kakak perempuan saya beserta suaminya aktif di salah satu
partai yang ngakunya Islam. Saya ingat benar, bahwa dulu bapak pernah melarang
supaya jangan masuk ke politik. Bagi beliau, politik itu kotor. Sampai sekarang
saya masih mengamini saran beliau. Kalau untuk pengetahuan sih tidak masalah.
Tapi kalau sudah terlibat ke dalam praktik-praktik berbau politik, sama sekali
tidak berminat.
Sudah sewajarnya
apabila akhir-akhir ini banyak orang yang menjadi latah politik. Tapi satu hal
yang perlu diingat, politik bukan hanya perkara soal kampanye, presiden dan
negara. Sejatinya, politik lebih dari itu. Coba perhatikan pernyataan Miriam
Budiarjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Politik. Menurut beliau, politik adalah berbagai macam kegiatan dalam
suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Politik menyangkut
beberapa konsep pokok, yaitu : negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pembagian atau alokasi.
Selain itu, politik tidak hanya berada dalam tingkatan negara. Pemilihan lurah
pun termasuk praktik politik di tingkat lokal. Sejalan dengan pendapat Deliar
Noer, politik memang mempunyai perhatian khusus terhadap masalah kekuasaan di
dalam kehidupan sebuah masyarakat. Namun, di era modern saat ini, kekuasaan
tersebut berhubungan erat dengan negara.
Baiklah, saya juga tidak berniat untuk membahas mengenai
panasnya persaingan Prabowo dan Jokowi. Cuma sekedar mengingatkan aja sih,
supaya jangan mudah terbuai oleh media-media yang sejatinya sedang bermuka dua.
Pintar-pintar lah memilih berita dan jangan gampang tertipu oleh berbagai macam
isu yang beredar. Gitu aja sih, selamat malam kamu.. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar