Dua
gol yang dicetak oleh Aduriz dan Etxeita ke gawang Espanyol berhasil
mengantarkan Athletic Bilbao melaju ke final Piala Raja Spanyol. Klub yang
bernama resmi Athletic Club tersebut berhak lolos dengan agregat 3-1 atas
Espanyol. Tropi Copa Del Rey merupakan target paling realitis bagi Los Leones.
Apalagi setelah mereka terlempar dari fase 32 besar UEFA Europe League. Mereka
juga memastikan bonus tiket otomotis berlaga di Europe League musim depan.
Sebab, musuh mereka di final besok adalah Barcelona. Sejauh ini, Barcelona
masih memimpin klasemen La Liga, sedangkan Athletic Bilbao berada di peringkat
delapan. Menang atau kalah, jatah Europe League sudah dikunci oleh anak asuh Ernesto
Valverde. Teramat mustahil, Barcelona terlempar dari empat slot kursi Liga
Champions yang dimiliki kompetisi La Liga. Apalagi bagi klub sebesar Barcelona,
tampil di ajang kelas dua macam Europe League merupakan takdir yang memalukan.
Kekalahan Espanyol tentu mengubur
penantian panjang masing-masing suporter yang ingin menyaksikan Derby Catalonia
di laga pamungkas tersebut. Maklum, terakhir kali Espanyol dan Barcelona
bertemu di laga pamungkas Copa Del Rey terjadi sekitar 58 tahun yang lalu. Akan tetapi, kesuksesan Athletic Bilbao dan
Barcelona melaju ke final juga dianggap sebagai momentum penting bagi kedua
kubu. Terhitung sudah sembilan kali mereka bertemu di laga pamungkas Copa del
Rey. Di sisi lain, final tersebut seakan mengingatkan peristiwa 20 tahun yang
lalu. Ketika Athletic Bilbao berhasil menjungkalkan Maradona dkk di Stadion Santiago
Bernabeu, bahkan diakhiri dengan perkelahian antar pemain. Kala itu, rivalitas
antara Athletic Club dengan Barcelona sedang memanas.
Disatu sisi, laga final yang
mempertemukan Barcelona dan Bilbao ini membuat pening federasi sepakbola
Spanyol. Sebab, laga final tersebut diyakini kental dengan nuansa politik. Ya,
Barcelona kerap dianggap sebagai representasi bangsa Catalan. Sedang Athletic
Bilbao mewakili entitas Basque. Kedua bangsa tersebut masih berusaha untuk
melepaskan diri dari pemerintahan Spanyol. Lalu, sejauh apa peranan Barcelona
dan Athletic Club mewarnai percaturan konflik politik di Spanyol ? Terutama
terkait dengan tuntutan kemerdekaan yang terus dilontarkan oleh masyarakat
Catalan dan Basque sendiri.
Konflik kedua daerah dengan
pemerintah pusat sudah terjadi sejak lama. Terutama disaat meletusnya Perang
Sipil Spanyol pada tahun 1936-1939. Perang saudara di Spanyol yang kerap
diartikan sebagai gladi resik Perang Dunia II tersebut melibatkan dua kubu,
yaitu Republikan dan Nasionalis. Sebab, beberapa negara yang kelak bertarung di
jagad Perang Dunia II turut membantu kedua kubu diatas. Misalnya, Italia dan
Jerman yang mendukung front Nasionalis. Bahkan, oleh Jenderal Franco, mereka
“dihadiahi” sebuah daerah di Basque Country, yaitu Guernica untuk menjajal bom
atom. Sedangkan Inggris, Amerika Serikat, Mexico, Uni Sovyet menjadi sekutu
blok Republikan. Uniknya, beberapa intelektual serta seniman asing turut
mendukung kaum Republikan. Semisal, Ernest Hemingway, Pablo Piccasso, Robert
Capa, Leon Trotsky dan George Orwell.
Daerah Catalan dan Basque
sendiri didominasi oleh kaum sosialis, komunis dan anarkis. Mereka membela kubu
Republikan yang sempat memimpin pemerintahan setelah berhasil menjungkalkan
kekuasaan monarki di Spanyol. Kala itu faksi Republikan jengah dengan tindakan
otoriter kerajaan Spanyol yang didukung oleh otoritas gereja serta tuan tanah.
Pungutan pajak yang teramat tinggi membuat kubu Republikan melakukan kudeta.
Mereka juga didukung oleh kaum buruh yang menuntut upah lebih tinggi. Setelah
itu kaum Republikan berhasil menguasai pemerintahan Spanyol. Namun pemerintahan
mereka mendapatkan tentangan dari kaum Nasionalis yang dipimpin Jenderal
Franco. Mereka tetap menginginkan adanya campur tangan pihak kerajaan di tubuh
Spanyol. Pada akhirnya Madrid jatuh ditangan Nasionalis.
Setelah itu tampuk kekuasaan
berpindah ke kubu Nasionalis yang disokong oleh Falange, partai berpaham fasis.
Jenderal Franco lalu dinobatkan sebagai Perdana Menteri Spanyol. Selama
pemerintahan fasisme Franco, Catalan dan Basque dibungkam. Mereka dilarang
berbincang-bicang dengan bahasa Basque atau Catalan. Pemerintah Spanyol
mewajibkan sekolah-sekolah yang berada di kedua wilayah tersebut mengajarkan
bahasa Spanyol. Di jalanan, bendera Catalan dan Basque tidak boleh dikibarkan.
Apabila ada yang berani melanggar peraturan tersebut, jawabannya hanya
ditangkap lalu dibunuh. Biarpun, ada pengecualian ketika warga Basque menggelar
txoxo. Yaitu, acara masak bersama
sembari bercakap-cakap membincangkan makanan dengan bahasa Basque dan secara
khusus hanya dikuti oleh kaum laki-laki. Akan tetapi, secara keseluruhan
pemerintahan Franco melarang pemakaian simbol Catalan dan Basque disegala lini.
Namun, ada satu tempat yang tidak bisa dikontrol oleh Jenderal Franco, yaitu stadion
sepakbola. Masyarakat Basque dan Catalan bebas berbicara dengan bahasanya masing-masing
di tempat itu. Di stadion, mereka berduyun-duyun menampakkan simbol-simbol yang
berhubungan dengan kedua bangsa tersebut. Di tempat itu, masyarakat Basque dan
Catalan merayakan rasa sukacitanya.
Sampai detik ini, sebagian
besar masyarakat Catalan menganggap bahwa mereka bukanlah warga Spanyol.
Biarpun tetap ada segelintir pihak yang menginginkan agar Catalonia menjadi
bagian dari negara Spanyol. Konflik yang mendera Catalonia dengan pemerintah
pusat sebenarnya disebabkan oleh problem yang menyangkut masalah identitas,
politik dan ekonomi. Faktor-faktor tersebut juga menjadi alasan utama kenapa
Euskadi (Basque Country) ingin melepaskan diri dari Spanyol dan Prancis.
Sebelumnya, Barcelona dan
Athletic Club sempat bertemu di final Copa Del Rey 2009 dan 2012. Kedua laga
tersebut diwarnai insiden menarik, disaat lagu nasional Spanyol didengungkan. Dua
kali bertemu di final, baik suporter Blaugrana maupun Los Leones malah
menyoraki lagu kebangsaan tersebut. Mereka bahkan membawa peluit untuk
menimbulkan suara berisik disaat lagu kebangsaan Spanyol dinyanyikan. Mereka “menghina”
lagu kebangsaan masyarakat Spanyol, sebuah kamera sempat menangkap beberapa
suporter yang mengacungkan jari tengahnya. Padahal pertandingan tadi dihadiri
oleh Raja Spanyol dan beberapa pejabat pemerintahan. Ketika final Piala Raja
Spanyol tahun 2009, panitia sudah mengantisipasi adanya insiden tersebut dengan
memasang sound sebesar 100.000 watt. Namun, tetap saja sorak sorai yang
diluapkan masing-masing pendukung tetap bergema di Stadion Mestalla, Valencia.
Bahkan di final Copa Del Rey
2012, kapten Barcelona yaitu Carlos Puyol serta Xavi Hernandez merayakan kegembiraannya dengan
mengibarkan bendera Senyera dan Ikkurina. Senyera merupakan bendera kebangsaan
Catalan, sedang Ikkurina milik Basque. Selain itu, kedua klub tersebut paling
kerap menunjukkan simbol Catalan atau Basque di setiap pertandingan
dibandingkan klub sekota yang lain. Misalnya, di laga Espanyol kontra Athletic
Bilbao kemarin. Pendukung Espanyol lebih memilih membawa bendera nasional
Spanyol daripada bendera masyarakat Catalan, baik Senyera ataupun Estelada.
Sampai detik ini, federasi sepakbola
Spanyol belum memastikan dimana laga final akan digelar. Sebelumnya, mereka
sempat memutuskan untuk memakai stadion Santiago Bernabeu. Sayang, presiden
Real Madrid menolak keputusan tersebut. Ia berkilah bahwa pada bulan Mei, mereka
berencana memperbaiki toilet stadion. Pernyataan tersebut keluar setelah
Barcelona dan Athletic Club dipastikan melaju ke final Copa del Rey. Media pun
berspekulasi bahwa keputusan Florentino Perez diatas sebagai bentuk larangan atau
antisipasi supaya Barcelona tidak merayakan kemenangannya di tanah suci sang
rival. Disamping kemungkinan timbulnya protes yang dilancarkan oleh
masing-masing pendukung. Perlu diingat, pada bulan November kemarin, Catalonia
sempat mengajukan referendum. Namun, pemerintah Spanyol menunda usulan
tersebut.
Jauh-jauh hari, federasi
sepakbola Spanyol sudah menyiapkan plan B untuk mengantisipasi kemungkinan
tersebut. Opsi terdekat adalah Stadion Vicente Calderon. Akan tetapi, pada
minggu yang sama jelang laga final, stadion milik Atletico Madrid tersebut menggelar
konser band AC/DC. Stadion Ramon Sanchez-Pizjuan kepunyaan Sevilla juga
dijadikan pilihan lain. Problemnya adalah suporter Athletic Club harus menempuh
jarak sekitar 1000 km. Stadion lain yang paling fleksibel adalah Mestalla milik
Valencia. Sayangnya stadion lawas tersebut kapasitasnya hanya sekitar 55.000.
Bagi anak asuh Luis Enrique, laga
final di Santiago Bernabeau dianggap paling ideal. Bayangkan, apabila Barcelona
merayakan kemenangannya di tanah Madrid. Mereka akan menginjak-injak kedigdayaan
Real Madrid dan meludahi seluruh simbol yang terpampang. Selain itu, kapasitas
stadion yang mampu menampung 81.044 penonton juga menjadi keuntungan apabila
dilihat dari segi finansial. Kedua kubu sudah memastikan akan membawa ribuan
massa di ajang final, setidaknya masing-masing klub akan membawa 40.000
pendukungnya ke Madrid. Kedatangan kedua suporter juga bisa diartikan secara
simbolik. Seolah-olah masyarakat Catalan dan Basque “menyerang” kota Madrid
sambil meneriakkan “independencia, independencia !” Akan tetapi penolakan Real
Madrid bisa kita anggap sebagai keputusan yang wajar. Sebagai warga Spanyol,
tentu mereka akan naik pitam apabila mendengar atau melihat simbol negara dan
lagu kebangsaan mereka dihina oleh masyarakat Catalan dan Basque.
Barcelona dan Athletic Club kerap dianggap
sebagai klub klasik di Spanyol. Rivalitas antara Barcelona dan Athletic Bilbao
sempat memanas pada medio 80an. Bersama Real Madrid, mereka belum pernah
terdegradasi ke Segunda Division. Sejauh ini, Barcelona mengoleksi 26 gelar
Piala Raja Spanyol dari 36 laga final yang pernah mereka jalani. Sedangkan Athletic
Club sudah merasakan final sebanyak 26 kali dan membawa pulang tropi Copa del
Rey sebanyak 23 gelar.
Disisi lain, pembinaan akademi
mereka termasuk kategori jempolan di Spanyol. Nama La Masia sudah dikenal
sebagai gudangnya pemain-pemain kaliber. Sedang La Lezema milik Athletic Club
juga lumayan disegani sebagai pabrik yang konsisten menelurkan pemain berdarah
Basque. Mungkin, nama-nama pemain Athletic Club tidak sehebat didikan La Masia.
Pengembangan akademi pemain jelas menjadi fokus utama Los Leones. Sebab, klub
yang bermarkas di San Mames tersebut menerapkan kebijakan khusus dalam segi
transfer pemain. Sampai detik ini mereka hanya merekrut pemain keturunan Basque.
Aturan tersebut sebenarnya sempat diterapkan oleh rival mereka, yaitu Real
Sociedad. Namun di tahun 1989, mereka mulai merekrut pemain non Basque karena
aturan tadi dirasakan memberatkan klub. Kebijakan tersebut sebenarnya
menguntungkan dari sisi finansial. Sebab klub lebih leluasa memanfaatkan jasa
pemain dari akademi mereka. Akan tetapi, acuan “pemain keturunan Basque” yang
diterapkan oleh Athletic Club juga banyak diperdebatkan oleh beberapa pengamat.
Mengenai rincian kebijakan tersebut akan dibahas dilain waktu.
Kebijakan transfer yang dipakai
oleh Athletic Club tersebut secara simbolik menyatakan rasa cinta mereka
terhadap suku Basque. Disamping itu, Athletic Club juga dikenal dekat PNV (Partido Nationalista Vasco/Basque Nationalist Pary),
salah satu partai besar di Basque Country. Beberapa anggota PNV menduduki
posisi penting di struktur organisasi Athletic Bilbao. Di sisi lain, Barcelona
memang tidak menerapkan aturan khusus untuk memakai pemain Catalan di timnya.
Akan tetapi, pemain berdarah Catalan selalu menghiasi skuad Barcelona. Untuk
musim ini kita bisa menyebut nama-nama seperti Xavi Hernandez, Pique, Busquet
ataupun Martin Montoya. Semboyan milik Barcelona, yaitu “Mes que un club”
(Something more than a club) juga mengartikan bahwa mereka bukanlah sekedar klub
sepakbola. Representasi Catalan sangat melekat di dalam tubuh Barcelona.
Federasi sepakbola Spanyol
berjanji akan memastikan venue final Copa del Rey pada tanggal 25 Maret. Belum
lama, Javier Tebas selaku presiden La Liga, melontarkan gertakan kepada
pendukung Barcelona dan Athletic Bilbao. Dirinya mengancam akan menghentikan
laga final apabila masing-masing suporter bersiul ketika lagu kebangsaan
Spanyol dinyanyikan. Biarpun laga final besok sarat akan unsur politis. Kita
pun bisa menampiknya dengan pendapat yang cukup ironis. Kita tahu bahwa laga
tersebut ibarat sebuah hadiah dari seorang raja untuk rakyatnya. Pertanyaannya,
kenapa Barcelona dan Athletic Bilbao berambisi untuk meraihnya ? Mengingat,
masa lalu Catalonia dan Basque pernah dilumuri darah, akibat kebencian mereka
terhadap seorang raja. Esperanza Aguirre, seorang politikus senior di Spanyol
sempat menyampaikan kritikannya di koran El Mundo. Klub yang “membenci” Spanyol
seharusnya tidak boleh berpartisipasi di ajang Copa del Rey selama-lamanya. Apakah
Real Madrid sudi menyewakan stadionnya sehari saja demi keberlangsungan final
Piala Raja Spanyol besok ? Ataukah, fans Barcelona dan Athletic Club harus
melawat ke Valencia ? Baiklah, kita nantikan saja laga yang akan digelar pada
31 Mei besok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar