Beberapa
bulan yang lalu, saya membaca twit seorang romanisti. Laki-laki tadi menulis
lima momen besar selama dia menjadi seorang romanista. Saya lalu membalas twit
lelaki tadi, saya menulis “seeing Montella flying !” Ya, melihat seorang bomber
mencetak gol lalu melakukan selebrasi ala pesawat terbang sungguh menjadi
pemandangan yang indah bagi saya. Saya punya teman, namanya Ijah. Dia pernah
berujar, waktu kecil dirinya suka dengan Montella. Kenapa ? Ijah mengaku senang
melihat gaya Montella ketika mencetak gol, ditambah paras ganteng Montella yang
mempesona kaum hawa.
Akhirnya bulan bola sudah hadir
kawan-kawan. Selama setahun kedepan kita akan disuguhi begitu banyak
pertandingan bola luar negeri. RCTI beralih haluan menyiarkan Liga Spanyol,
mengingat Liga Champion sudah dibajak SCTV. MNC Group terpaksa harus kehilangan
jatah siaran liga paling terkenal di seantero dunia, liga Inggris menjadi hak SCTV. Setelah sekian tahun menghilang,
masyarakat Indonesia kembali disuguhi liga Jerman. Kompas TV memegang hak
siarnya. Masih seperti tahun kemarin, “beauty of Calcio” tetap berada di tangan
TVRI.
Pastinya setiap akhir pekan,
olahraga yang penggemarnya masih didominasi kaum pria tadi menjadi santapan
malam nan mengasyikkan. Twit war antar fans tentunya akan hadir disela-sela
timeline kita. Lalu setiap hari Senin atau mungkin Selasa, diskusi soal
perempuan akan berganti topik. Obrolan tentang bola menjadi kawan bagi teh
ataupun kopi di kantin kampus. Ya, perayaan dan hiburan bagi suporter layar
kaca akhirnya kembali dimulai. Selamat !
****
One
drama ends, but another drama begins. Sayang, saya bukan seorang WS Rendra yang
pintar bermain kata-kata dan mencipta naskah drama. Tapi drama AS Roma kembali
lagi menyelimuti hari-hari saya. Drama yang mampu membuat mood saya tiba-tiba
berubah. Minggu kemarin, idola saya kembali membobol gawang, setelah 25
pertandingan tanpa satu gol pun di medan Serie A. Grande De Rossi ! Mungkin
terlalu awal, ketika saya harus bilang bahwa AS Roma mampu bersaing dalam
perebutan Scudetto. Saya sendiri masih yakin, kalau tahun ini masih menjadi
jatah si Nyonya Tua. Hanya saja setitik harapan nampaknya muncul, disaat minggu
kemarin AS Roma meraih kemenangan tandang.
Maklum,
raihan tiga poin atas Livorno merupakan kemenangan pertama di pertandingan awal
musim selama lima tahun terakhir. Grande Rudi Garcia ! Tidak dapat disangkal,
Roma dalam posisi yang amat terpuruk semenjak ditinggal Luciano Spaletti.
Berbagai macam pelatih dengan gaya strategi yang berbeda-beda didatangkan. Mulai
dari Ranieri, lalu Luis Enrique hingga Zdenek Zemanlandia. Sebelum Spaletti,
Roma juga dirundung frustrasi soal pelatih. Luigi Del Neri terpaksa harus
mundur di musim 2004/05, posisi klasemen yang buruk menjadi alasan suporter
Roma mengkudeta Del Neri. Selanjutnya, pos pelatih Roma diisi oleh mantan
bintang, bahkan legenda Roma, Rudi Voller dan Bruno Conti. Pada tahun-tahun
selanjutnya, terutama pasca Spaletti, beberapa mantan pemain Roma juga mengisi
kursi pelatih AS Roma. Ada Claudio Ranieri serta Vicenzo Montella. Roma
terjerat utang berkepanjangan, rezim Sensi diganti oleh rezim Amerika. Mungkin,
AS Roma terpikat dengan gaya tiki-takanya Barcelona. Luis Enrique muncul,
hasilnya apa ? tetap buruk. Musim berikutnya, Zdenek Zeman datang kembali.
Pelatih yang doyan merokok tersebut tentunya menjanjikan gaya bermain “attack,
attack, attack !”. Lagi-lagi klub melakukan blunder. Roma tidak percaya dengan
takhayul ternyata, sejarah mencatat, bahwa mantan pelatih tidak pernah sukses,
ketika dia menjadi kembali melatih klub yang sebelumnya pernah dia tukangi.
Aurelio
Andreazolli dipercaya menggantikan Zeman. Aurelio datang semenjak rezim
Spaletti, dia memutuskan bertahan di Roma, ketika Spaletti menyatakan
mengundurkan diri dari kursi pelatih Roma. Bermusim-musim, Roma dirundung
badai, kondisi yang sangat sulit untuk diperbaiki. Saya sendiri tidak tahu apa
tips yang tepat untuk klub favorit saya tadi. Puncaknya, Roma harus tertunduk
lesu di Olimpico. Serigala tidak mampu menggigit seekor elang. 1-0 untuk Lazio.
Olimpia diizinkan untuk terbang mengitari Olmpico. Maaf, Montella tidak lagi
terbang di Olimpico.
Gosip
mengenai siapa yang patut mengisi pos pelatih AS Roma terus mengeruak,
berbulan-bulan lamanya. Allegri dikabarkan mendekat ke Trigoria, tapi Adriano
Galliani buru-buru mengajaknya makan malam. Perpanjangan kontrak di Milan,
deal. Muncul nama lain, yaitu Laurent Blanc. Konon kalau Blanc menjadi pelatih
Roma, asistennya adalah Vincent Candela. Tapi nyatanya, Blanc malah melatih
PSG, menggantikan Ancelotti. Nama terakhir tadi sempat diisukan menjadi pelatih
Roma saat klub memutuskan untuk memecat Zdenek Zeman. Isu bahwa Ancelotti akan
kembali lagi ke Olimpico sebenarnya sudah lama menjadi konsumsi publik. Dia
sempat menyatakan keingginannya untuk melatih Roma. Namun, papa Carlito sendiri berujar,
bahwa gajinya yang sangat tinggi menjadi alasan utama klub untuk tidak
mengontraknya. Saya sendiri masih ingat ketika membaca tabloid Bola, Ancelotti
berkata bahwa klub yang ingin dia latih hanyalah Milan dan Roma. Sayang, pria
bertangan dingin tersebut akhirnya menyeberang ke London. Sayapun sejauh ini
terus berharap, bahwa Ancelotti akan melatih AS Roma, entah kapan. Comeback to Rome
papa Carlo !
Drama tentang
pelatih Roma memang sudah selesai. Namun, berbagai macam drama masih saja
muncul. Lumrah ketika sebuah klub harus merelakan pemain mereka pergi, lalu
membeli pemain baru. Memang beberapa tahun terakhir, sepakbola dunia semakin
rusak. Teman saya pernah bercerita, dulu sangat
jarang sekali pemain yang baru merumput selama satu atau dua musim,
tiba-tiba dijual di musim selanjutnya. Sekarang ? jangan salah, duit sudah
menjadi dewa. Sepakbola adalah bisnis bung ! Agaknya, saga transfer adalah
tangga dramatik sebelum kita menikmati satu kemenangan atau nir kemenangan
selama semusim ke depan.
AS
Roma terpaksa harus menjual salah satu bek muda (saya sempat menyebut dia, The
Next Aldair ) menjanjikan ke klub “Arab”, eh maaf, klub Prancis maksudnya.
Lalu, Il Lupi berhasil mendatangkan bintang baru Eropa, Kevin Strootman. Pemuda
Belanda tersebut sangat bersinar dikancah Piala Eropa U-21 kemarin.
Selanjutnya, Mehdi Benatia, seorang muslim yang mungkin akan menemai sholat
Miralem Pjanic, mungkin lho bung. Berdasar statistik, permainan Benatia selama
di Serie A lumayan diperhitungkan. Determinasinya sangat tinggi, ahli tackling.
Roma juga mendaratkan kembali Maicon di tanah Italia, sejarah berkata klub
ibukota tersebut sangat hobi memakai jasa pemain asal Brasil. Setelah ditinggal
Stekelenburg, praktis posisi kiper menjadi sangat rawan. Siapa yang muncul ?
Morgan De Sanctic akan merayakan reuni Italia U-21 bersama Fransesco Totti di
Trigoria. Satu bek belia juga hadir, namanya Tin Jedvaj. Entahlah, tapi di
Football Manager dia jago. Semoga di dunia nyata juga begitu. Hahaha
Ketika
beberapa pemain datang, otomatis ada pemain yang harus ditendang. Akhirnya,
pemain yang dianggap duri dalam daging oleh suporter AS Roma dijual juga. Pablo
Osvaldo, striker penggembara berdarah Argentina menjadi barang dagangan ke klub
Inggris, Southampton. Seperti yang diucapkan pengamat sepakbola, James
Horncastle, akhirnya si bajak laut Argentina menemukan kembali pelabuhannya dinegeri James Cook. Musim memang sudah dimulai, namun bursa transfer belum ditutup.
Satu drama muncul kembali, kita tahu bahwa Erik Lamela pernah menandatangani
kontrak baru bersama AS Roma. Namun apa yang terjadi ? ada kabar bahwa dia akan
di jual ke Tottenham, wtf ! seakan-akan kita dibohongi, terutama saat ada
presentasi klub di Olimpico (Open Day). Saat itu Lamela turut serta dikenalkan
kepada publik. Polemik sih, bahwa Roma agak tambun disisi sayap. Reuni pemain
asli Pantai Gading, Gervinho dengan Rudi Garcia tentunya mengakibatkan posisi
sayap makin bertambah. Itupun masih ditambah dengan transfer Adem Ljajic dari
Florence ke Roma. Jadi, bagaimana dengan
Lamela ? harap-harap cemas bro. <~ ( kalimat tersebut saya tulis,
sebelum OFFICIAL transfer ERIK LAMELA. Saat berniat untuk posting tulisan ini,
saya membuka twitter terlebih dahulu. Wow, surprise ! )
****
Saat SMP, saya
punya teman, namanya Ari. Dia seorang Milanisti, kita kerap saling
ejek-mengejek waktu itu. Just for fun, hanya bercanda, tapi itu menyenangkan sekali.
Lalu, tiap sore, saya bersama teman-teman sekampung kerap bermain bola. Kita
bermain bola bersama para mahasiswa yang ngekost di daerah kami. Posisi saya
adalah bek, mereka menjuluki saya “banteng”. Akan tetapi, saya lebih senang
menyebut saya sebagai seorang “Mexes !”. Kalian pasti tahu, siapa itu Philipe
Mexes. Bek tengah dari Prancis, berambut gondrong, selalu dikuncir tiap kali
bermain. Tekel yang keras, beringasan, provokatif, saya senang dengan dia.
Mexes ! Sayang sekali ketika dia harus berlabuh ke Milan, tapi itulah
sepakbola.
Bagi
saya pribadi, Roma merupakan klub bola yang diselimuti oleh mitos. Mereka
sangat memuja-muja seorang Roman (baca orang Roma). Roman adalah simbol bagi
mereka, Roman adalah kapten, leader. Mulai dari Giacomo Losi, Fransesco Rocca,
Agostino Di Bartolomei, Bruno Conti, Giuseppe Gianinni, Fransesco Totti serta
De Rossi, atau mungkin Florenzi. Ya, untuk nama yang terakhir, saya berharap
tidak ada lagi Aquilani “kedua”.
Kita tahu
kalau suporter AS Roma lebih memuja Fransesco “Il Principe” Totti ketimbang
Daniele “Il Capitano Futuro” De Rossi. Tapi saya sendiri lebih menyukai Daniele
De Rossi. Lihatlah permainan dia dilapangan, tekel yang tepat, gelandang
bertahan perebut bola serta pengumpan yang lihai. De Rossi selalu bermain
dengan gaya yang berapi-api. Terbukti ketika dia berani beradu mulut dengan
kapten Lazio, Paolo De Canio. Padahal usia mereka jaraknya teramat jauh. Alasan
lain kenapa saya begitu suka dengan Daniele, sangat sepele, De Rossi lahir
dibulan yang sama dengan saya. Saya lahir di bulan Juli tanggal 26, sedangkan
De Rossi pada tanggal 24 Juli. Ajaib bukan ? hahaha. Masih ada keajaiban yang
lain bung, AS Roma diresmikan pada 22 Juli 1927. La Magica Roma !
Saya
tidak mengalami masa keemasan Roma di periode 80an. Scudetto tahun 2001 memang
sangat spesial, tapi saya masih kanak-kanak, emosi akan kemenangan scudetto tidak saya rasakan.
Beberapa tahun berikutnya, Roma ditinggal oleh Capello. Kondisi Roma saat itu
bisa dikatakan sangat terpuruk. Bahkan Totti sampai berkata, bahwa Fabio
Capello mengkhianati AS Roma. Tapi sudahlah bung, akan ada Roma yang baru
setelah itu. Terima kasih Capello atas pengabdiannya sebagai pemain dan
pelatih. Lain cerita, saya senang ketika ada duet Totti dan Vucinic. Bagi saya,
periode Spaletti merupakan era keemasan bagi AS Roma, biarpun agak ternodai di
semifinal Champion. 7-1 ? wtf ! Ya, drama, drama dan drama.
Okee, mungkin agak naif ya
tulisannya. Tapi begitulah. Forza Roma !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar