Sekitar tujuh tahun yang lalu,
saya pernah les disebuah bimbingan belajar, tempatnya disekitar jalan Cik Dik
Tiro. Tujuannya untuk persiapan menghadapi UAN serta bertarung untuk kuliah di
UGM. Kampus biru itu amatlah mentereng ketika kita masih jadi anak sekolahan.
Membuat kita silau terhadap puluhan kampus lainnya di wilayah Yogyakarta.
Sekitar lima tahun yang lalu,
dibangun sebuah toko 24 jam di ring road utara. Saat awal dibuka, toko tadi
sepi pengunjung, saya masih ingat, pegawai pertamanya adalah perempuan
keturunan Tionghoa. Selang beberapa bulan, ada pegawai yang magang, kelihatan
dari seragamnya, seperti baju ospek ketika kita menjadi mahasiswa baru. Saya
sempat terkesan ketika melihatnya, perasaan seperti pernah melihat perempuan
tersebut.Tapi kapan, dimana, siapa dia. Insting sejarah saya pun muncul.
Kembali ke jaman ketika saya
masih berseragam putih abu-abu. Sewaktu les, hiruk pikuk di tempat tersebut
amat beragam. Mulai dari tingkat SD sampai SMA. Ada satu anak perempuan yang
cukup menarik perhatian, dia masih SMP. Raut mukanya nampak seperi anak yang
pendiam. Lalu berdasarkan analisis seragam yang dia pakai setiap hari Jumat dan
Sabtu, dapat dipastikan, gadis tersebut sekolahnya di SMP yang lokasinya dekat
bunderan UGM. Gadis tadi selalu menunggu jemputan setiap pulang les. Kalau
tidak salah, ayahnya yang paling sering menjemput. Suatu ketika, saya pernah
bertanya kepada adik teman les saya yang kebetulan juga les di tempat yang
sama. Siapakah gerangan anak SMP tadi ?
Berlanjut ke petualangan di
masa kuliah. Perempuan yang bekerja menjadi karyawan di toko 24 jam, siapakah
dia ? ah, sampai sekarang saya pun tidak tahu. Namun, perempuan tadi nomaden
ternyata, ia kerap dirolling dari tempat satu ke tempat yang lain. Suatu malam,
saya pernah membeli rokok di toko yang letaknya di ringroad, gadis itu sudah
tidak disana. Ternyata dia pindah di toko yang ada di jakal atas. Terakhir,
saya berjumpa dengannya ketika dia keluar dari toko 24 jam yang berlokasi di
jakal bawah. Setelah itu, semua tinggal sejarah (kenangan) bung.
Di tahun 2011, saya masih di
aktif di Gelanggang UGM. Tiap Selasa, Kamis dan Sabtu sore saya selalu jogging
di GSP bersama kawan alias partner jogging saya yang paling setia, sebut saja
dia Apunk. Dari Gelanggang menuju GSP, kita selalu jalan kaki, itung-itung buat
pemanasan. Nah, suatu hari, saya melihat anak SMP yang pernah saya lihat
sewaktu masih SMA. Dia sedang berlatih hockey di selasar Gelanggang. Kerap
sekali saya bertemu dan melihatnya sedang bermain hockey. Saya yakin betul
gadis yang bermain hockey tadi adalah dia, gadis yang menurut pandangan saya
adalah pendiam.
Pasca pertemuan tadi, saya jadi
ingat misteri seorang perempuan yang bekerja di toko 24 jam. Perempuan tersebut
memang mirip sekali dengan anak SMP yang pertama kali saya lihat sekitar tujuh
tahun yang lalu. Apakah mereka ada hubungan darah ? apakah mereka kakak beradik
? entahlah.
Di tahun 2011, saya jarang
sekali ke kampus. Saya memang sempat
“menghilang” dari peredaran mulai tahun 2010 – 2011. Suatu hari saya pernah
berjalan dari basecamp anak sejarah menuju ke Bonbin. Tiba-tiba saya berpapasan
dengan anak SMP itu. Ternyata dia anak FIB. Terima kasih Tuhan, Kamu
mempertemukan kembali saya dengannya. Hahaha.
Hari menjadi minggu dan minggu
menjadi bulan. Berbulan-bulan saya sering melihat gadis kecil tadi di kampus,
di Gelanggang, di bonbin. Tapi siapakah nama kamu.
Intensitas saya dikampus
semakin berkurang, ketika aktivitas di luar begitu banyak. Sayapun sebenarnya
juga malas bermain ke kampus. Otomatis, waktu untuk melakukan pelacakan pun
semakin surut. Suatu saat saya mengetahui kalau gadis tersebut adalah teman
adik kelas saya. Sayapun kroscek ke salah satu adik seperguruan sejarah, kita
bisa menyebut nama mereka Ipul dan Rizki. Ternyata perempuan mungil tadi satu
organisasi dengan Ipul. Mereka gabung dalam salah satu BSO film di kampusku.
Satu kesempatan tiba untuk
mengajak gadis itu mengobrol. Suatu malam, anak-anak sejarah mengadakan
kumpul-kumpul antar angkatan di bonbin. Acara tadi berbarengan pula dengan
screening yang diselenggarakan oleh BSO film di kampus saya. Dua acara tadi
saya hadiri semuanya. Kenapa saya sangat berniat sekali bertemu dengan cewek
tadi. Alasannya cuman satu, saya hanya ingin bilang kalau pernah bertemu dengannya
tujuh tahun yang lalu. Itu saja. Sepele. Yah, kesempatan untuk mengobrol
dengannya memang ada. Biarpun gadis tadi merasa asing dengan saya, yang penting
saya dapat jawabannya. Biarpun jawabannya tidak sesuai dengan harapan yang saya
pikirkan sebelumnya.
Saya yakin bahwa keajaiban itu
memang ada. Bertemu kembali dengan gadis pendiam tadi merupakan keajaiban bagi
saya. Meminjam salah satu judul filmnya Vittorio De Sicca, “Miracolo a Sastra”.
Keajaiban itu ada, tinggal kita menunggunya saja. Entah kapan dan dimana.
Selamat malam, bulan Juli
memang indah bagi saya.